Jumat, 27 September 2013

Skripsi "Diversitas Jenis Gastropoda Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Pantai Kecamatan Kota Lama Kota Kupang"

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Wilayah perairan pantai di Indonesia merupakan suatu wilayah yang mempunyai potensi sumberdaya alam yang cukup besar. Wilayah ini telah mengalami banyak perubahan fungsi untuk dapat memberikan manfaat dan sumbangan yang besar dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui peningkatan devisa negara.
Dahuri (2003), meyatakan bahwa secara empiris wilayah pesisir merupakan tempat aktivitas ekonomi yang mencakup perikanan laut dan pesisir, transportasi dan pelabuhan, pertambangan, kawasan industri, agribisnis dan agroindustri, rekreasi dan pariwisata serta kawasan pemukiman dan tempat pembuangan limbah. Selain itu memiliki potensi yang besar, beragamnya aktivitas manusia di wilayah pesisir menyebabkan daerah ini merupakan wilayah yang paling mudah terkena dampak dari kegiatan manusia.
Aktivitas-aktivitas tersebut di atas, baik secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak terhadap keseimbangan ekosistem di kawasan pantai tersebut. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas perairan pesisir, karena adanya masukan limbah yang terus bertambah.
Dengan adanya ketidakseimbangan dalam ekosistem perairan di kawasan pantai menyebabkan kehidupan biota yang ada di dalamnya akan terganggu pula, terutama biota yang hidup relatif menetap di dasar perairan. Wijayanti
2
(2007) menyatakan salah satu biota laut yang hidup relatif menetap artinya tidak berpindah tempat jauh, karena gerakannya sangat lambat adalah hewan gastropoda. Penurunan suatu kualitas perairan pantai karena adanya masukan limbah yang terus bertambah. Pengkajian kualitas perairan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan analisis fisika dan kimia serta analisis biologi.
Tekanan lingkungan terhadap perairan ini semakin lama semakin meningkat karena masuknya limbah dari berbagai kegiatan di kawasan-kawasan yang telah terbangun di wilayah pesisir tersebut. Jenis limbah yang masuk seperti limbah organik, dan anorganik (sampah) inilah yang menyebabkan penurunan kualitas lingkungan perairan (Wiryawan 1999 et.al, dalam Wijayanti, 2007). Penurunan kualitas lingkungan ini dapat diidentifikasi dari perubahan komponen fisik, kimia dan biologi perairan di sekitar pantai.
Berkembangnya kegiatan penduduk di wilayah pesisir pantai Kecamatan Kota Lama seperti bertambahnya pemukiman penduduk, kegiatan industri rumah tangga dan tempat usaha dapat berpengaruh terhadap kualitas perairan. Penurunan kualitas perairan ini disebabkan oleh akumulasi limbah dari dalam kapal-kapal ikan, serta sampah rumah tangga yang berasal dari kawasan pemukiman dan taman rekreasi. Limbah ini secara langsung maupun tidak langsung dapat mengganggu keseimbangan ekosistem perairan di kawasan pantai.
3
Perubahan komponen fisik dan kimia tersebut selain menyebabkan menurunnya kualitas perairan juga menyebabkan bagian dasar perairan (sedimen) menurun, yang dapat mempengaruhi kehidupan biota perairan terutama pada jenis-jenis gastropoda (Odum, 1971; Warwick, 1993 dalam Wijayanti, 2007). Salah satu biota laut yang diduga akan terpengaruh langsung akibat penurunan kualitas perairan dan sedimen di lingkungan pantai adalah hewan gastropoda. Perubahan jenis-jenis gastropoda meliputi keanekaragaman, keseragaman, kelimpahan, dominansi, biomassa, dan sebagainya akibat akumulasi limbah dari aktivitas manusia. Akumulasi limbah, baik minyak maupun limbah dari daratan (industri dan rumah tangga), yang mengendap di dasar perairan akan mempengaruhi kehidupan gastropoda karena hewan ini mempunyai peran sebagai dekomposer. Lind, 1979; dalam Wijayanti, 2007 menyatakan bahwa organisme gastropoda memainkan peran penting dalam komunitas dasar, karena fungsinya dalam proses mineralisasi dan pendaur ulang bahan organik yang terperangkap di dalam lingkungan perairan. Selain itu gastropoda di suatu lingkungan juga dapat dipakai untuk menduga terjadi pencemaran perairan.
Pantai kecamatan Kota Lama merupakan suatu lokasi yang dimanfaatkan oleh beberapa sektor seperti pertanian, perikanan, perdagangan, rumah potong hewan, perhotelan dan pariwisata, adanya aktivitas manusia dipantai tersebut akan menyebabkan pantai mengalami perubahan-perubahan kondisi lingkungan perairan. Dalam perubahan suatu kondisi lingkungan perairan yang dinamis,
4
analisis biologi khususnya analisis diversitas gastropoda dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kualitas perairan (Odum, 1994 dalam Wijayanti, 2007).
Hewan gastropoda ini juga hidup relatif menetap, sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan suatu perairan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk kehabitatnya. Bertolak dari pemikiran di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Diversitas Jenis Gastropoda Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Pantai Kecamatan Kota Lama Kota Kupang”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka yang menjadi masalah dalam penelitian adalah:
1. Bagaimana keanekaragaman jenis gastropoda di peraiaran panatai kecamatan Kota Lama Kota Kupang?
2. Bagaimana kondisi lingkungan fisik kimia perairan yang mendukung kehidupan jenis-jenis gastropoda di perairan pantai kecamatan Kota Lama Kota Kupang?
3. Bagaimana kualitas perairan pantai kecamatan Kota Lama berdasarkan indeks keanekaragaman gastropoda di peraiaran panatai kecamatan Kota Lama Kota Kupang?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
5
1. Untuk mengetahui keanekaragaman jenis-jenis gastropoda di peraiaran panatai kecamatan Kota Lama Kota Kupang.
2. Untuk mengetahui kondisi lingkungan fisik kimia perairan yang mendukung kehidupan jenis-jenis gastropoda di perairan pantai kecamatan Kota Lama Kota Kupang.
3. Menganalisis kualitas perairan pantai Kecamatan Kota Lama berdasarkan indeks keanekaragaman gastropoda di peraiaran panatai kecamatan Kota Lama Kota Kupang.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai diversitas jenis gastropoda di peraiaran pantai Kecamatan Kota Lama Kota Kupang .
2. Memberikan informasi bagi pemerintah setempat tentang kualitas perairan pantai Kecamatan Kota Lama Kota Kupang agar dapat dilakukan pengelolaan, pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam khususnya di pantai Kecamatan Kota Lama Kota Kupang.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keanekaragaman Jenis Gastropoda
Indeks keanekaragaman (H’) dapat diartikan sebagai suatu penggambaran secara sistematik yang melukiskan struktur komunitas dan dapat memudahkan proses analisa informasi-informasi mengenai macam dan jumlah organisme. Selain itu, keanekaragaman biota dalam suatu perairan sangat tergantung pada banyaknya spesies dalam komunitasnya. Semakin banyak jenis yang ditemukan maka keanekaragaman akan semakin besar, meskipun nilai ini sangat tergantung dari jumlah inividu masing-masing jenis (Wilhm dan Doris 1986). Pendapat ini juga didukung oleh Krebs (1985) yang menyatakan bahwa semakin banyak jumlah anggota individunya dan merata, maka indeks keanekaragaman juga akan semakin besar.
Indeks keanekaragaman (H’) merupakan suatu angka yang tidak memiliki satuan dengan kisaran 0–3. Tingkat keanekaragaman akan tinggi jika nilai H’ mendekati 3, sehingga hal ini menunjukkan kondisi perairan baik. Sebaliknya jika nilai H’ mendekati 0 maka keanekaragaman rendah dan kondisi perairan kurang baik (Odum, 1993).
Menurut Primack dkk (1998), keanekaragaman jenis menunjuk seluruh jenis pada ekosistem, sementara Desmukh (1992) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis sebagai jumlah jenis dan jumlah individu dalam satu komunitas. Jadi
7
keanekaragaman jenis adalah menunjuk pada jumlah jenis dan jumlah individu setiap jenis.
2.2 Gastropoda
2.2.1 Morfologi
Kelas Gastropoda merupakan kelas terbesar dari Mollusca lebih dari 75.000 spesies yang ada yang telah teridentifikasi dan 15.000 diantaranya dapat dilihat bentuk fosilnya. Fosil dari kelas tersebut secara terus-menerus tercatat mulai awal zaman Cambrian. Ditemukannya Gastropoda di berbagai macam habitat, dapat disimpulkan bahwa Gastropoda merupakan kelas yang paling sukses di antara kelas yang lain (Barnes, 1987).
Morfologi Gastropoda terwujud dalam morfologi cangkangnya. Sebagian besar cangkangnya terbuat dari bahan kalsium karbonat yang di bagian luarnya dilapisi periostrakum dan zat tanduk (Sutikno, 1995). Cangkang Gastropoda yang berputar ke arah belakang searah dengan jarum jam disebut dekstral, sebaliknya bila cangkangnya berputar berlawanan arah dengan jarum jam disebut sinistral. Siput-siput Gastropoda yang hidup di laut umumnya berbentuk dekstral dan sedikit sekali ditemukan dalam bentuk sinistral (Dharma, 1988). Pertumbuhan cangkang yang melilin spiral disebabkan karena pengendapan bahan cangkang di sebelah luar berlangsung lebih cepat dari yang sebelah dalam (Nontji, 1987).
Gastropoda mempunyai badan yang tidak simetri dengan mantelnya terletak di bagian depan, cangkangnya berikut isi perutnya terguling spiral
8
kearah belakang. Letak mantel di bagian belakang inilah yang mengakibatkan gerakan torsi atau perputaran pada pertumbuhan siput Gastropoda. Proses torsi ini dimulai sejak dari perkembangan larvanya. Pada umumnya gerakannya berputar dengan arah berlawanan jarum jam dengan sudut 180° sampai kepala dan kaki kembali ke posisi semula (Dharma,1988).
Struktur umum morfologi Gastropoda terdiri atas: suture, posterior canal, aperture, gigi columella, bibir luar, columella, siphonal, umbillicus.
Gambar 2.1. Cangkang Gastropoda (Dharma, 1988)
2.2.2 Anatomi
Struktur anatomi Gastropoda dapat dilihat pada susunan tubuh gastropoda yang terdiri atas: kepala, badan, dan alat gerak. Pada kepala terdapat sepasang alat peraba yang dapat dipanjang pendekkan. Pada alat peraba ini terdapat titik mata untuk membedakan terang dan gelap. Pada mulut terdapat lidah parut dan gigi rahang.
Di dalam badannya terdapat alat-alat penting untuk hidupnya diantaranya ialah alat pencernaan, alat pernafasan serta alat genitalis untuk
9
pembiakannnya. Saluran pencernaan terdiri atas: mulut, pharynx yang berotot, kerongkongan, lambung, usus, dan anus. Alat geraknya dapat mengeluarkan lendir, untuk memudahkan pergerakannya.
Struktur anatomi Gastropoda dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.
Gambar 2.2. Struktur Anatomi Gastropoda (Poort & Carlson, 1998)
2.2.3 Pertumbuhan
Pertumbuhan dari siput dan kerang terjadi jauh lebih cepat diwaktu umurnya masih muda dibandingkan dengan siput yang sudah dewasa. Ada siput yang tumbuh terus sepanjang hidupnya, tetapi ada pula yang pertumbuhannya terhenti setelah dewasa. Karena proses pertumbuhan siput muda cepat, maka jenis yang muda jauh lebih sedikit ditemukan dibandingkan dengan yang dewasa.
Umur siput sangat bervariasi, ada beberapa jenis siput darat yang dapat berkembang biak secara singkat dan dapat mengeluarkan telur-telurnya dua
10
minggu setelah menetas, tetapi ada juga yang berumur sangat panjang sampai puluhan tahun. Menurut para ahli, umur siput dapat diperkirakan dengan melihat alur-alur pada bagian tepi luar cangkang.
2.2.4 Cangkang
Tubuh siput Gastropoda terdiri dari empat bagian utama, yaitu kepala, kaki, isi perut dan mantle. Mantle siput gastropoda terletak di sebelah depan pada bagian dalam cangkangnya. Makanannya yang banyak mengandung calsium carbonat dan pigment masuk ke dalam plasma darah dan diedarkan ke seluruh tubuh, kemudian calsium carbonat serta pigmen tersebut diserap oleh mantle, dan kemudian mantle ini mengeluarkan sel-sel yang dapat membentuk struktur cangkang serta corak warna pada cangkang. Tergantung dari pada faktor keturunan, struktur cangkang dapat dibuat tonjolan-tonjolan ataupun duri-duri. Jadi mantel tersebut merupakan arsitek dalam pembentukan struktur serta corak warna dari cangkang. Lapisan struktur cangkang dinamakan lapisan prismatic.
Celah-celah kecil dalam mantle dari beberapa jenis siput menghasilkan benda lainnya yang diletakkan di bagian luar cangkang yang disebut periostracum. Siput-siput yang permukaan luar cangkangnya mengkilap seperti Cypraea dan Oliva ini dikarenakan mantlenya keluar ke atas permukaan cangkang dan menyelimutinya dari dua arah yaitu dari sisi kiri dan kanan. Pada umumnya cangkang siput yang hidup di laut lebih tebal dibandingkan dengan siput darat, hal ini dikarenakan banyak sekali kapur
11
yang dihasilkan oleh binatang bunga karang yang hidup di laut. Munculnya warna pada cangkang juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Pada perairan yang dangkal biasanya cangkang berwarna sangat terang, sedangkan pada perairan yang dalam cangkangnya biasanya lebih gelap.
2.2.5 Sistematika
Hughes (1986) menyebutkan terdapat 2000 spesies Gastropoda yang hidup di laut. Sedangkan di Indonesia diperkirakan mencapai 1500 jenis Gastropoda (Nontji, 1987). Kelas gastropoda hidup sebagai pemakan bangkai, parasit dan predator. Menurut cara makannya gastropoda dibagi menjadi 3 kategori yaitu pengerat atau penggaruk pada subtrat, pemakan tunas tumbuh-tumbuhan dan pemburu mangsa (Hughes, 1986).
Gastropoda merupakan kelas dari Moluska yang paling sukses dalam siklus hidupnya, hal ini dapat dilihat dari variasi habitatnya yang sangat beragam dimana spesies-spesies gastropoda yang hidup di laut mampu untuk hidup pada berbagai tipe subtrat dasar perairan (Barnes, 1987).
Barnes (1987) membagi gastropoda dalam 3 sub kelas diantaranya:
1. Sub kelas Prosobranchia
Beberapa spesies ditemukan di laut, tapi ada juga yang ditemukan di air tawar dan beberapa di daratan. Kaki mascular digunakan untuk merangkak, jarang digunakan untuk berenang atau mengapung. Subkelas Prosobranchia dibagi kedalam 3 ordo, yaitu: Archaeogastropoda, Mesogastropoda, dan Neogastropoda.
12
2. Sub kelas Opistobranchia
Merupakan Moluska yang dalam proses evolusinya kehilangan cangkangnya. Beberapa bersifat sebagai hewan planktonik/pelagik. Mareka menggali pasir untuk melindungi dirinya atau melapisi tubuhnya dengan lapisan lendir, berwarna terang dan banyak species yang bersifat karnivora. Sub kelas Opistobranchia dibagi kedalam 5 ordo yaitu: Cephalaspidea, Anaspidea, Sacoglossa, Notaspidea, dan Nudibranchia.
3. Sub kelas Pulmonata
Kelompok ini terdiri dari siput tanah walaupun beberapa hidup di laut, estuari, sungai, danau dan kolam. Sub kelas Pulmonata dibagi kedalam 2 ordo yaitu: Basommatophora dan Stylommatophora.
2.2.6 Habitat
Gastropoda yang hidup di laut dapat dijumpai di berbagai jenis lingkungan dan bentuknya telah beradaptasi dengan lingkungannya tersebut (Nontji, 1987). Di laut dalam gastropoda dapat hidup sampai pada kedalaman ±5000 meter (Hughes, 1986).
Barnes (1987) menyebutkan beberapa jenis dari gastropoda hidup menempel pada subtrat yang keras, akan tetapi ada juga yang hidup di subtract seperti pasir dan lumpur. Gastropoda juga dapat hidup di zona litoral, daerah pasang surut dengan menempel pada terumbu karang, laut dalam maupun dangkal bahkan ada yang hidup di air tawar (Dharma, 1988). Pada
13
lingkungan laut gastropoda dapat ditemukan di daerah benthik, antara bebatuan dan pada subtrat lunak (lumpur).
Sebagian dari gastropoda juga hidup di daerah hutan Bakau, ada yang hidupnya di lumpur atau tanah yang tergenang air, ada juga yang menempel pada akar dan batangnya, bahkan adapula yang memiliki kemampuan memanjat, misalnya Cerithiidea, Cassidulla, Littorina dan lain-lain. Pada umumnya pergerakan Gastropoda sangat lambat dan bukan merupakan binatang yang berpindah-pindah (Dharma, 1988).
Barnes (1987) menerangkan bahwa kondisi lingkungan seperti tipe sedimen, kedalaman, kecerahan, salinitas, suhu dan pH perairan memberikan variasi yang besar pada kehidupan gastropoda.
2.2.7 Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan gastropoda sangat beragam. Hal ini dapat dilihat pada struktur radulanya. Radula yang dimiliki gastropoda tiap jenisnya berbeda-beda, radula pemakan tumbuh-tumbuhan berbeda dengan radula pemakan daging (Dharma, 1988).
Hughes (1986) menerangkan bahwa kebiasaan makan dari gastropoda meliputi semua proses dari mencari makan, membawanya sampai pada proses pencernaannya, termasuk dalam hal ini semua aktifitas yang memungkinkan untuk mencari makan. Gastropoda pemakan mikroalgae secara perlahan-lahan bergerak di atas subtrat sambil mengumpulkan makanan, sedangkan yang bersifat predator menunggu mangsanya dan
14
kadang-kadang bergerak mencari mangsa. “Suspension feeder ” menahan partikel-partikel makanan dari aliran air sedangkan “Deposit feeder” menyerap yang terdapat dalam sedimen (Hughes, 1986).
Pada jenis gastropoda yang memburu makanan ada dua aspek yang berperan terhadap efisiensi pengambilan makanan, yakni saat gastropoda bergerak mencari makan dengan kecepatan pergerakannya dan kondisi jalan atau subtrat. Dalam proses mencari makan dibutuhkan waktu yang paling memungkinkan untuk mendapatkan makanan dengan mudah dan aman. Cassidae berburu bintang laut (Echinoidea) pada waktu malam hari, pada siang harinya bersembunyi dalam pasir. Nucella lapillus mencari tritip dan kerang hijau pada saat pasang tertinggi dan pada saat surut berada pada tempat yang tergenang. Untuk pemakan tumbuhan dan detritus (misalnya family Potamididae) di daerah intertidal mulai makan ketika subtrat mulai terpapar pada saat air surut (Hughes, 1986).
2.3 Ekologi Pantai
Pantai merupakan daerah yang mempunyai kedalaman kurang dari 200 meter. Pada pantai terdapat daerah litoral yaitu daerah yang berada diantara pasang tertinggi dan air surut terendah atau disebut daerah intertidal (Nybaken, 1992).
Menurut Nontji (1987) adanya nutrien di dalam air dan arus serta didukung oleh faktor kimia dan fisika menjadikan pantai sebagai perairan yang kaya keanekaragaman jenis. Suhu dan salinitas merupkan parameter-
15
parameter fisik yang penting untuk kehidupan organisme di perairan pantai. Kisaran suhu untuk hidup aktif organisme pantai adalah 0 sampai 35oC.
Menurut Romimohtarto (2001), dasar lautan dapat di bedakan menjadi tiga daerah atau Zona yaitu :
1. Zona litoral yaitu daerah yang masih dapat ditembus oleh cahaya sampai dasar perairan 0 – 200 meter.
2. Zona neritik yaitu daerah perairan yang masih ada cahaya, tetapi remang- remang 200 – 2000 m.
3. Zona abisal yaitu daerah perairan yang tidak lagi dapat ditembus oleh cahaya, daerah ini mencapai kedalaman lebih dari 2000 meter.
2.4 Faktor Fisika Kimia Yang Mempengaruhi Keanekaragaman Gastropoda
Keberadaan gastropoda pada suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya adalah fitoplankton sebagai produsen primer yangmerupakan salah satu sumber makanan utama bagi hewan bentos. Adapun faktor abiotik adalah kondisi fisika-kimia air yang diantaranya:
2.4.1 Kecepatan Arus
Menurut (Odum, 1993), pola pergerakan arus pasang yang menuju ke muara sungai akan mempengaruhi pola penyebaran limbah yang ada di perairain pantai. Pola yang terbentuk ini tergantung pada arah arus yang terjadi baik yang berasal dari arus laut pada waktu pasang maupun surut.
16
Pergerakan arus merupakan hal yang penting di perairan dangkal subtidal. Pengaruh arus membuat partikel dan nutrien dari daratan maupun plankton dari laut menjadikan daerah tersebut tercukupi sumber pakan bagi biota yang hidup di perairan tersebut (Nybakken, 1992).
2.4.2 Suhu
Suhu merupakan parameter fisik yang sangat mempengaruhi pola kehidupan organisme perairan, seperti distribusi, komposisi, kelimpahan dan mortalitas. Suhu juga akan menyebabkan kenaikan metabolisme organisme perairan, sehingga kebutuhan oksigen terlarut menjadi meningkat (Nybakken, 1992). Sedangkan menurut Sukarno (1981) suhu dapat membatasi sebaran hewan makrobenthos secara geografik dan suhu yang baik untuk pertumbuhan gastropoda berkisar antara 25 - 31 °C. Salah satu adaptasi tingkahlaku pada kelas Polychaeta akan berlangsung apabila terjadi kenaikan suhu dan salinitas. Adaptasi tersebut dapat berupa aktivitas membuat lubang dalam lumpur dan membenamkan diri di bawah permukaan substrat.
2.4.3 Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH perairan merupakan salah satu parameter yang penting dalam pemantauan kualitas perairan. Organisme perairan mempunyai kemampuan berbeda dalam mentoleransi pH perairan. Kematian lebih sering diakibatkan karena pH yang rendah dari pada pH yang tinggi (Wijayanti, 2007).
Menurut (Pennak, 1978; dalam Wijayanti, 2007) bahwa pH yang mendukung kehidupan Gastropoda berkisar antara 5,7 – 8,4. Effendi (2000)
17
menyatakan bahwa sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5.
2.4.4 Salinitas
Salinitas merupakan ciri khas perairan pantai atau laut yang membedakannya dengan air tawar. Berdasarkan perbedaan salinitas, dikenal biota yang bersifat stenohaline dan euryhaline. Biota yang mampu hidup pada kisaran yang sempit disebut sebagai biota bersifat stenohaline dan sebaliknya biota yang mampu hidup pada kisaran luas disebut sebagai biota euryhaline (Sukarno, 1981).
Keadaan salinitas akan mempengaruhi penyebaran organisme, baik secara vertikal maupun horizontal. Menurut Barnes (1987) pengaruh salinitas secara tidak langsung mengakibatkan adanya perubahan komposisi dalam suatu ekosistem. Menurut Gross (1972) menyatakan bahwa gastropoda umumnya mentoleransi salinitas berkisar antara 25–40 ‰.
2.4.5 Total Padatan Terlarut (TDS)
Total padatan terlarut (Total Disolved Solid) adalah bahan terlarut berupa senyawa-senyawa kimia. TDS biasanya disebabkan oleh bahan-bahan anorganik organik yang berupa ion-ion yang biasa ditemukan di suatu perairan. Air laut memiliki nilai TDS yang tinggi karena banyak mengandung senyawa kimia, yang juga mengakibatkan tingginya nilai salinitas (Effendi, 2003).
18
2.4.6 Total Padatan Tersuspensi (TSS)
Total padatan tersuspensi (Total Suspended Solid) adalah bahan-bahan tersuspensi dan tidak terlarut dalam air. total padatan tersuspensi erat kaitannya dengan kekeruhan. Pada umumnya nilai padatan tersuspensi yang tinggi akan menyebabkan nilai kekeruhan yang tinggi juga (APHA, 1989). Kekeruhan yang tinggi akan menurunkan tingkat kecerahan suatu perairan serta dapat mengurangi penetrasi cahaya matahari kedalam air sehingga akan dapat membatasi proses fotosintesis.
2.5 Gastropoda Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan
Indeks keanekaragaman jenis (H’) adalah angka yang menggambarkan keragaman jenis dalam suatu komunitas. Keanekaragaman jenis adalah suatu karakteristik tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologisnya. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis tinggi, jika komunitas itu disusun oleh banyak jenis dengan kelimpahan tiap jenis yang sama atau hampir sama. Sebaliknya, jika komunitas itu disusun oleh sangat sedikit jenis dan hanya sedikit saja jenis yang dominan, maka keanekaragaman jenisnya rendah (Soegianto, 1994).
Menurut Fachrul, (2007) mengemukakan bahwa untuk memprediksi atau memperkirakan tingkat pencemaran air laut, dapat dianalisa berdasarkan indeks keanekaragaman hewan Gastropoda maupun berdasarkan sifat fisika-kimia.
Fachrul (2007), mengklasifikasikan kualitas ekologis berdasarkan nilai H’ gastropoda menjadi tiga, yaitu : i) H’<1 = komunitas biota tidak stabil atau kualitas
19
air tercemar berat; ii) 1<H’<3, berarti stabilitas komunitas biota sedang atau kualitas air tercemar sedang; iii) H’>3, maka stabilitas biota dalam kondisi prima (stabil) atau kualitas air bersih.
20
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2012 di Perairan Pantai Kecamatan Kota Lama Kota Kupang.
3.2 Alat dan Bahan
Untuk mencapai penelitian yang dimaksud, terlebih dahulu peneliti menyiapkan alat dan bahan penelitian antara lain:
3.2.1 Alat
a. pH meter untuk mengukur pH
b. Thermometer air raksa untuk mengukur suhu air
c. Salinometer untuk mengukur salinitas
d. Bola pimpong untuk mengukur kuat arus
e. GPS (Magellan “Explorist 500”) untuk mengetahui titik koordinat pengambilan sampel
f. Kotak plot berukuran 1 x 1 m
g. Kamera (Panasonic DMC-TZ1) untuk mengambil gambar sampel
h. Stoples atau ember plastik untuk menyimpan sampel gastropoda
i. Stopwatch untuk menghitung waktu
j. Alat tulis (pulpen dan kertas) untuk mencatat hasil pengamatan
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan untuk penelitian meliputi:
21
a. Alkohhol 70%
b. Larutan formalin 4 %
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode transek dan plot untuk pengambilan data dan metode deskriptif untuk analisis data.
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Observasi (Pra Survei)
Observasi dilakukan pada bulan April 2012 dengan tujuan untuk mengetahui daerah atau kondisi lokasi penelitian secara menyeluruh dalam pengambilan sampel.
3.4.2 Persiapan Alat dan Bahan
Persiapan alat dan bahan penelitian yaitu menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
3.4.3 Penentuan Stasiun
Penentuan staisun untuk pengambilan sampel dibagi kedalam tiga stasiun antara lain:
1. Stasiun I (satu)
Stasiun I berada pada titik kordinat 10008’825”LS – 123038’498”BT. Stasiun ini terletak di Muara Sungai Air Mata yaitu di kelurahan Lai Lai Besi Kopan (LLBK). Dilokasi ini juga ditemukan pemukiman penduduk pariwisata, dan pertokoan yang cukup padat. Lokasi ini juga didominasi substrat pasir berbatu, dan pasir berlumpur,
22
diperkirakan tercemar karena jarak antara pantai dengan aktivitas-aktivias tersebut ±1–3 meter dari bibir pantai sehingga adanya limbah organik yang masuk ke pantai.
2. Stasiun II (dua)
Stasiun II berada pada titik koordinat 10009’299” LS – 123035’422” BT. Stasiun ini terletak di muara sungai Oeba kelurahan Fatubesi, dimana letak stasiun ini terdapat aktivitas masyarakat berupa pemukiman yang cukup padat, perikanan, perdagangan, rumah potong hewan dan peternak sehingga pembuangan limbah dari aktivitas tersebut relatif meningkat. Lokasi ini didominasi oleh substar belumpur dan berbatu. Jarak antara bibir pantai dengan pemukiman ± 3–10 meter.
3. Stasiun III (tiga)
Stasiun III berada pada titik koordinat 10008’967” LS – 123036’297” BT. Stasiun ini terletak di kelurahan Pasir Panjang dengan aktivitas rendah, stasiun ini terdapat perhotelan, restoran dan pemukiman. Aktivitas masyarakat pada stasiun ini rendah karena jarak antara pantai dengan pemukiman masyarakat ± 10–30 meter dari bibir pantai sehingga pembuangan limbah relatif sedikit. Pada stasiun ini didominasi oleh substrat berpasir dan sedikit berbatu.
23
3.4.4 Pengambilan Sampel Gastropoda
Teknik sampling dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan menggunakan transek garis untuk membantu sebaran hewan Mollusca kelas Gastropoda. Pengukuran dengan transek garis menggunakan alat ukur berupa meteran berskala dengan panjang tertentu. Cara ini dilakukan agar sampel yang dilalui meteran tersebut dapat diambil, sehingga dapat diketahui jenis-jenis gastropoda.
Berdasarkan pertimbangan pasang surut dan untuk mendapatkan data yang diharapkan dapat mewakili daerah penelitian maka dibuat garis transek sebanyak 3 buah dengan jarak masing-masing garis transek adalah 400 meter. Jarak dari garis pantai ke garis surut terjauh adalah kurang lebih 25 meter, maka dapat dibuat plot sebanyak 5 buah dengan ukuran 1 x 1 meter dengan jarak antar plot sejauh 1 meter dengan prosedur sebagai berikut:
1. Memilih area pasang surut yang terjauh dan mudah dijangkau tanpa menggunakan alat bantu.
2. Memasang transek garis vertikal atau tegak lurus garis pantai.
3. Mencatat jumlah jenis yang ditemukan pada saat air surut rendah.
24
Pengambilan sampel dilakukan pada saat air surut serendah-rendahnya.
Cara peletakan garis transek atau plot dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 3.1 Pemetaan peletakan garis transek pantai Kecamatan Kota Lama Kota Kupang
3.4.5 Pengambilan Sampel Parameter Fisik Kimia Perairan
Pengukuran parameter fisik kimia perairan dilakukan secara insitu dan eksitu seperti dalam table 3.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1 Alat dan metode yang digunakan dalam penetuan kualitas air (APHA, 1989).
Parameter
Satuan
Alat/Metode
Keterangan
Fisika
Kecepatan Arus
m/s
Bola Pimpong
Insitu
Suhu
0C
Thermometer Air Raksa
Insitu
Substrat

Manual
Insitu
TDS
Mg/L
Gavimetrik
Laboratorium
1 x 1 m
1 x 1 m
1 x 1 m
1 m
1 m
400 m
400 m
Garis Pantai
25
TSS
Mg/L
Gavimetrik
Laboratorium
Kimia
Salinitas

Refraktometer
Laboratorium
pH

pH meter
Insitu
1. Kecapatan Arus
Kecepatan arus diukur dengan menggunakan bola pimpong yang diletakan diatas permukaan air laut dan dibiarkan dibawah arus atau gelombang selama satu menit kemudian dicatat waktunya dengan stopwatch. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada lokasi yang telah ditentukan.
2. Suhu
Pengukuran suhu air (oc) dengan menggunakan thermometer air raksa yang dimasukan kedalam sampel air laut dan didiamkan selama 10 menit kemudian dilihat skalanya dan dicatat hasilnya.
3. Substrat
Substrat diamati langsung untuk mengetahui substrat yang ada pada setiap stasiun penelitian, apakah substrat berpasir, berlumpur dan berbatu.
4. Derajat Keasaman (pH)
pH diukur dengan menggunakan pH meter dilakukan dengan memasukan atau mencelupkan ke dalam sampel air laut yang telah diambil dari perairan kemudian dicacat nilai pH yang tertera.
26
5. Salinitas
Kadar salinitas diukur dengan menggunakan alat salinometer yang dicelupkan kedalam air laut lalu dibaca hasil yang tertera pada salinometer tersebut.
6. Total Padatan Terlarut (TDS)
Total Padatan Terlarut (TDS) dapat diukur dengan menggunakan Gravimetrik yang dicelupkan kedalam air laut dan kemudian dibaca hasil yang tertera pada alat tersebut.
7. Total Padatan Tersuspensi (TSS)
Pengukuran dilakukan dengan proses pemanasan dalam oven, didinginkan kemudian diukur menggunakan desikator di Laboratorium sampai mencapai berat yang konstan.
3.5 Analisis Data
Data yang diperoleh mengenai indeks keanekaragaman dengan menggunakan persamaan menurut Shanon-Wiener (Odum 1993, dalam dalam Fachrul 2007) sebagai berikut:
3.5.1 Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman komunitas Mollusca kelas Gastropoda dapat dihitung dengan menggunakan rumus indeks diversitas dari Shannon-Wiener (Fachrul, 2007) dengan rumus:
27
Dimana:
H´ = Indeks diversitas Shannon-Wiener
Pi = ni/N (perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan
keseluruhan jenis)
ni = Jumlah individu jenis ke – i
N = Jumlah total individu
S = Jumlah genus
3.5.2 Penentuan Kualitas Air Berdasarkan Indeks Keanekaragaman
Untuk menentukan kualitas perairan berdasarkan indikator indeks keanekaragaman jenis gastropoda mengikuti kriteria Shanon-Wiiner, (Wilha 1975, dalam Fachrul (2007:109) sebagai berikut:
H’<1 = Tercemar berat
H’1,0-2,0 = Tercemar sedang
H’2,0-3,0 = Tercemar ringan
H’3,0-4,0 = Tercemar sangat ringan
H’>4 = Kualitas perairan bersih atau tidak tercemar
28
3.5.3 Analisis Parameter Fisik Kimia Perairan Pantai Kecamatan Kota Lama Kota Kupang
Hasil analisis parameter fisik kimia perairan yang diperoleh digunakan untuk menentukan kualitas fisik kimia perairan yang mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 sebagai berikut: dapat dilihat pada lampiran I (satu).
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Secara geografis lokasi penelitian di perairan pantai kecamatan Kota Lama Kota Kupang terletak pada 10008’825”LS - 123036’297”BT dengan panjang pantai ±3 Km . Pantai kecamatan Kota Lama juga merupakan salah satu perairan asin yang ada di wilayah kota Kupang dengan substrat dasar berpasir, berlumur dan berbatu. Pantai Kota Lama terletak di empat (4) kelurahan yaitu kelurahan Lai Lai Besi Kopan (LLBK), kelurahan Tode Kisar, kelurahan Fatu Besi dan kelurahan Pasir Panjang.
Pantai ini juga berubah fungsi karena banyak pemukiman yang cukup padat sehingga adanya berbagai aktivitas manusia disepanjang pesisir dan pantai berupa perikanan, perhotelan, perdagangan, rumah potong hewan dan pariwisata, dimana aktivitas-aktivitas ini secara langsung ataupun tidak langsung memberikan limbah organik dan anorganik yang masuk ke lingkungan perairan sehingga menyebabkan biota yang hidup di perairan pantai kecamatan Kota Lama Kota Kupang yang hidup terganggu.
4.2 Hasil Identifikasi Jenis Gastropoda
Berdasarkan hasil penelitian keanekaragaman jenis Gastropoda pada setiap stasiun pantai kecamatan Kota Lama Kota Kupang, diperoleh 10 jenis Gastropoda yang tergolong dalam 3 ordo yang terdiri dari 7 famili dengan jumlah individu secara keseluruhan adalah 716. Pengelompokan atau klasifikasi jenis Gastropoda
30
mengikuti acuan pada buku-buku mengenai identifikasi Gastropoda antara lain Simon & Scuster (1979) dan Dharma (1988). Hasil perhitungan indeks keanekaragaman jenis (H’) Gastropoda di perairan pantai Kota Lama Kota Kupang adalah 1.7593 – 2.1590. Adapun jenis dan jumlah anggota kelas Gastropoda yang ditemukan di pantai Kota Lama Kota Kupang dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.1 Komposisi jenis Gastropoda di perairan pantai Kecamatan Kota Lama Kota Kupang
No
Ordo
Famili
Spesies
Gambar
Deskripsi Jenis
1
Caenogastropoda
Columbellidae
Columbella melanozoa
Warna cangkangnya hitam dan terdapat garis kuning yang sejajar Ukuranya 1,5-3 cm
2
Hypsogastropoda
Nassariidae
Nasarius clarus
Tubuh berbentuk lingkaran pada bagian ujungnya meruncing Warna cangkang hitam kecokelatan dan bagian dalamnya berwarna putih Bagian belakang datar Ukurannya 1,5 – 3,5 cm
31
Nassarium pauperus
Cangkangnya terdapat tonjolan-tonjolan kecil yang sejajar Cangkangnya berwarna hitam dan bagian dalamnya berwarna cokelat Ukurannya 2 – 3,5 cm
3
Neogastropoda
Buccinidae
Siphonalia varicosus
Warna cangkangnya kuning keputihan Ukuran 2-3 cm.
Tonnidae
Thais echinata
Cangngkangnya berbentuk tonjolan-tonjolan yang tidak beraturan Warna cangkangnya hitam dan bagian dalamnya putih kecokelatan Ukuran tubuhnya 2-3,5 cm
Marginellidae
Marginella cincta
Cangkangnnya berwarna putih Permukaan cangkang tebal dan licin Ukuran tubuhnya 2 – 3,5 cm
32
Tonnidae
Tonna perdix L
Wana cokelat keabu-abuan Bentuk cangkangnya agak kasar dan keras Ukuran tubuhnya 2 – 3 cm
Neogastropoda Conidae
Conus dorreensis
Tubuh berbentuk kerucut. Cangkangnya berwarna loreng Ukuran tubuhnya 2-,5 cm
Nerita polita
Cangkangnya keras Berwarna putih dan licin dan bagian dalamnya berwarna kuning keputihan Ukuran tubuhnya 2 – 3,5 cm
Nerita Plicata
Ukuran 2 -3,5 cm Cangkangnya berwarna loreng dan terdapat garis-garis sejajar Bagian dalamnya berwarna putih
33
4.3 Keanekaragaman Jenis Gastropoda Pada Setiap Stasiun Penelitian
4.3.1 Keaneragaman Jenis Gastropoda Pada Stasiun I
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa pada stasiun I (satu) ditemukan sebanyak 8 jenis gastropoda. Nerita polita merupakan jenis gastopoda dengan jumlah terbanyak yaitu 58 individu, sedangkan Terebra babylonia merupakan jenis gastopoda dengan jumlah paling sedikit yaitu sebesar 16 individu.
Tabel 4.2. Keanekaragaman jenis Gastropoda pada stasiun I (satu)
No
Nama Jenis
Jumlah Jenis
Pi
lnpi
H'
1
Nassarium pauperus
43
0.1634
-1.8109
0.2960
2
Tonna perdix L
33
0.1254
-2.0756
0.2604
3
Nerita polita
58
0.2205
-1.5117
0.3333
4
Conus dorreensis
21
0.0798
-2.5276
0.2018
5
Thais echinata
32
0.1216
-2.1064
0.2562
6
Nerita Plicata
42
0.1596
-1.8344
0.2929
7
Columbella melanozoa
16
0.0608
-2.7995
0.1703
8
Nasarius clarus
18
0.0684
-2.6817
0.1835
Jumlah
263
1.9948
H' (Diversitas)
Berdasarkan tabel 4.2 diatas diperoleh nilai keanekaragaman jenis gastropoda pada stasiun satu berkisar antara 0. 1703 sampai 0.3333. Dari hasil yang telah dijelaskan dapat dikatakan bahwa diversitas jenis gastropoda yang tertinggi pada stasiun satu (I) adalah jenis Nerita polita dengan nilai keanekaragaman sebesar 0.3333 sedangkan terendah pada jenis Columbella melanozoa dengan nilai keanekaragamannya adalah 0.1703.
34
Keanekaragaman tertinggi disebabkan karena pada stasiun ini memiliki substrat berbatu dan pasir berlumpur sehingga penyebaran Nerita polita yang didapati menempel diatas batu, celah-celah batu, bongkahan batu dan membenamkan diri pada substrat yang berlumpur dan berbatu sedangkan keanekaragaman terendah pada jenis Columbella melanozoa hal ini disebabkan karena kondisi perairan dilokasi penelitian telah mengalami gangguan atau tekanan baik gangguan alam maupun aktivitas manusia. Indeks keanekaragaman Shanon-Winner, (Wilha, 1975 dalam Fachrul 2007) menunjukan bahwa apabila H’1,0–2,0 menunjukan kualitas perairan tercemar sedang. Berdasarkan indeks keanekaragaman tersebut diatas maka kualitas perairan pada stasiun satu yang terletak di Kelurahan Lai Lai Besi Kopan (LLBK) Kota Kupang dinyatakan tercemar ringan. Keanekaragaman jenis gastropoda pada stasiun satu selengkapnya dapat dilihat pada grafik 4.3.
Gambar 4.1. Grafik Keanekaragaman Jenis Gastropoda Pada Stasiun I (satu)
35
4.3.2 Keanekaragaman Jenis Gastropoda Pada Stasiun II
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa pada stasiun II (dua) ditemukan sebanyak 6 jenis Gastropoda. Nasarius clarus merupakan jenis gastropoda dengan jumlah terbanyak yaitu 34 individu, sedangkan Conus dorreensis merupakan jenis gastopoda dengan jumlah paling sedikit yaitu sebesar 15 individu.
Tabel 4.3. Keanekaragaman jenis Gastropoda pada stasiun II (dua)
No
Nama Jenis
Jumlah Jenis
pi
ln pi
H'
1
Tonna perdix L
29
0.2086
-1.5671
0.3269
2
Nerita polita
20
0.1438
-1.9387
0.2789
3
Nasarius clarus
34
0.2446
-1.4081
0.3444
4
Conus dorreensis
15
0.1079
-2.2264
0.2402
5
Columbella melanozoa
21
0.1510
-1.8899
0.2855
6
Nerita Plicata
20
0.1438
-1.9387
0.2789
Jumlah
139
1.7551
H' (Diversitas)
Tabel 4.3 menunjukan bahwa nilai keanekaragaman jenis gastopoda pada stasiun II berkisar antara 0.2402 sampai 0.3444 dengan nilai keanekaragaman tertinggi ditemukan pada jenis Nasarius clarus sebesar 0.3444 dan nilai keanekaragaman terendah ditemukan pada jenis Conus dorreensis sebesar 0.2402.
Keanekaragaman tertinggi dipengaruhi karena pada stasiun ini adalah substrat berbatu dan berlumpur sehingga jenis Nasarius clarus mudah dapat menyesuaikan diri dengan substrat yang ada artinya mampu beradaptasi
36
dengan kondisi lingkungan perairan. Nasarius yang di dapati menempel diatas batu, celah-celah batu, dan membenamkan diri pada substrat yang berlumpur dan sedikit berbatu. Sedangkan keanekaragaman terendah pada jenis Conus dorreensis karena pergerakannya untuk berpindah tempat sangat lambat hal ini disebabkan karena kondisi perairan dilokasi penelitian substrat berlumpur dan sedikit berbatu sehingga Conus dapat bertahan hidup.
Indeks keanekaragaman Shanon-Winner, (Wilha, 1975 dalam Fachrul 2007) menunjukan bahwa apabila H’1,0–2,0 menunjukan kualitas perairan tercemar sedang. Berdasarkan indeks keanekaragaman tersebut diatas maka kualitas perairan pada stasiun dua yang terletak di Kelurahan Oeba Kota Kupang dinyatakan tercemar ringan. Keanekaragaman jenis gastropoda pada stasiun dua dapat dilihat pada grafik 4.2.
Gambar 4.2. Grafik Keanekaragaman Jenis Gastropoda Pada Stasiun II (dua)
37
4.3.3 Keanekaragaman Jenis Gastropoda Pada Stasiun III
Berdasarkan data analisis keanekaragaman jenis gastropoda yang terdapat pada stasiun III dapat disajikan dalam tabel berikut. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada stasiun III ditemukan sebanyak 9 jenis gastopoda. Conus dorreensis merupakan jenis gastropoda dengan jumlah terbanyak yaitu 52 individu, sedangkan Siphonalia varicosus merupakan jenis gastropoda dengan jumlah paling sedikit yaitu sebesar 20 individu. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.4. Keanekaragaman jenis gastropoda pada stasiun III (tiga)
No
Nama Jenis
Jumlah Jenis
pi
ln pi
H'
1
Nassarium pauperus
46
0.1385
-1.9764
0.2738
2
Conus dorreensis
52
0.1566
-1.8538
0.2903
3
Nerita Plicata
23
0.0692
-2.6696
0.1849
4
Nerita Polita
40
0.1204
-2.1162
0.2549
5
Columbella melanozoa
43
0.1295
-2.0439
0.2647
6
Nasarius clarus
34
0.1024
-2.2787
0.2333
7
Siphonalia varicosus
20
0.0602
-2.8094
0.1692
8
Marginella cincta
35
0.1054
-2.2497
0.2371
9
Tonna perdix L
39
0.1174
-2.1415
0.2515
Jumlah
332
1
2.1602
H' (Diversitas)
Berdasarkan tabel 4.4 diperoleh bahwa nilai keanekaragaman jenis gastropoda pada stasiun III berkisar 0.1692 sampai 0.2903 dengan nilai keanekaragaman tertinggi ditemukan pada jenis Conus dorreensis sebesar
38
0.2903 dan nilai keanekaragaman terendah ditemukan pada jenis Siphonalia varicosus sebesar 0.1692.
Keanekaragaman tertinggi disebabkan karena pada lokasi penelitian pada stasiun tiga memiliki substrat berpasir dan sedikit berbatu sehingga penyebaran Conus dorreensis yang di dapati menempel pada batu, celah-celah batu, bongkahan batu dan membenamkan diri pada genengan air pada saat terjadi pasang surut sedangkan keanekaragaman terendah pada jenis Siphonalia varicosus hal ini disebabkan karena substrat dasar tidak mendukung kehidupan Siphonalia varicosus sehingga sulit untuk bertahan hidup. Hal ini dipengaruhi karena kondisi perairan di pantai kecamatan Kota Lama Kota Kupang telah mengalami gangguan atau tekanan, baik gangguan alam maupun aktivitas manusia.
Indeks keanekaragaman Shannon – Wiener, (Wilha, 1975 dalam Fachrul 2007) apabila H’2,0–3,0 menunjukan kualitas perairan tercemar ringan. Berdasarkan indeks keanekaragaman tersebut diatas maka kualitas perairan pada stasiun tiga yang terletak di Kelurahan Pasir Panjang Kecamatan Kota Kupang tidak tercemar. Keanekaragaman jenis gastropoda pada stasiun tiga dapat dilihat pada grafik 4.3.
39
Gambar 4.3. Grafik Keanekaragaman Jenis Gastropoda pada stasiun III (tiga)
4.3.4 Keanekaragaman Jenis Gastropoda di Perairan pantai Kecamatan Kota Lama Kota Kupang
Jenis-jenis gastropoda yang ditemukan pada semua stasiun yaitu stasiun satu, stasiun dua dan stasiun tiga berjumlah 10 jenis yang terdiri dari: Nasarius clarus, Marginella cincta, Tonna perdix L, Nerita polita, Nerita Plicata, Columbella melanozoa, Nassarium pauperus, Conus dorreensis, Thais echinata dan Siphonalia varicosus. Perhitungan nilai keanekaragaman jenis gastropoda tersebut untuk menggambarkan kualitas perairan pantai Kecamatan Kota Lama Kota Kupang.
40
Tabel 4.5 Keanekaragaman jenis gastropoda di perairan Pantai Kota Lama Kota Kupang
No
Nama Jenis
Jumlah Jenis
pi
ln pi
H'
1
Nassarium pauperus
123
0.1717
-1.7614
0.3026
2
Marginella cincta
35
0.0488
-3.0183
0.1475
3
Tonna perdix L
103
0.1438
-1.9389
0.2789
4
Nerita Polita
98
0.1368
-1.9887
0.2721
5
Nerita Plicata
85
0.1187
-2.1310
0.2529
6
Columbella melanozoa
80
0.1117
-2.1916
0.2448
7
Nasarius clarus
52
0.0726
-2.6224
0.1904
8
Conus dorreensis
88
0.1229
-2.0963
0.2576
9
Thais echinata
32
0.0446
-3.1079
0.1389
10
Siphonalia varicosus
20
0.02793
-3.5779
0.0999
Jumlah
716
1
2.1860
H' (Diversitas)
Dari tabel 4.5 tersebut diatas dapat diperoleh nilai keanekaragaman jenis gastropoda pada perairan pantai Kecamatan Kota Lama Kota Kupang berkisar antara 0.0999 sampai 0.3026 dengan nilai keanekaragaman terbesar ditemukan pada jenis Nassarium pauperus yaitu sebesar 0.3026 dan nilai keanekaragaman jenis terendah ditemukan pada jenis Siphonalia varicosus, sebesar 0.0999.
Keanekaragaman tertinggi dipengaruhi karena pada perairan pantai kecamatan Kota Lama Kota Kupang substrat dasarnya berbatu dan berlumpur sehingga jenis Nassarium pauperus mudah dapat menyesuaikan diri dengan substrat yang ada artinya mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan perairan. Nassarium yang didapati menempel diatas batu, celah-celah batu, dan membenamkan diri pada substrat yang berlumpur dan sedikit berbatu.
41
Sedangkan keanekaragaman terendah pada jenis Siphonalia varicosus karena pergerakan untuk berpindah tempat sangat lambat hal ini disebabkan karena kondisi perairan dilokasi penelitian substrat berlumpur dan sedikit berbatu sehingga Nassarium dapat bertahan hidup.
Indeks keanekaragaman Shannon – Wiener, (Wilha, 1975 dalam Fachrul 2007) menyatakan apabila H’2,0–3,0 kualitas perairan tercemar ringan. Berdasarkan indeks keanekaragaman tersebut diatas maka penentuan kualitas perairan pantai Kecamatan Kota Lama Kota Kupang dapat dikategorikan tercemar ringan. Keanekaragaman jenis gastropoda pada perairan pantai Kecamatan Kota Lama Kota Kupang dilihat pada grafik 4.4.
Gambar 4.4 Grafik Keanekaragaman Jenis Gastropoda pada Perairan Pantai Kecamatan Kota Lama Kota Kupang
42
4.4 Parameter Fisik Kimia Pada Setiap Stasiun Penelitian
4.4.1 Parameter Fisik Kimia Perairan Pantai Pada Stasiun I
Pada hasil penelitian menunjukan bahwa pada stasiun I (satu) parameter fisik kimia yang diukur adalah kecepatan arus. suhu, pH, salinitas, TSS, dan TDS. Kisaran nilai parameter fisik kimia selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.6 Hasil pengukuran parameter fisik kimia pada stasiun I
No
Parameter
Satuan
Hasil Pengukuran
Kriteria
Kategori
1
Kecepatan Arus
m/s
57.6
10-100
Alami/Normal
2
Suhu
0C
29
25-31
Alami/Normal
3
Substrat

berpasir, Berbatu & Sedikit berlumpur

Alami/Normal
4
pH

7
7─8.5
Alami/Normal
5
Salinitas

45.47
30-80
Alami/Normal
6
TSS
Mg/l
130
20
Tercemar
7
TDS
Mg/l
42.9

Alami/Normal
Pada tabel 4.6 diatas hasil pengamatan parameter pada stasiun satu antara kecepatan arus. suhu, pH, salinitas, dan TDS masih di kategorikan alami atau normal sehingga membuat organisme di perairan pantai kecamatan Kota Lama Kota Kupang masih berada dalam kisaran toleransi bagi organisme gastropoda. Sedangkan kisaran nilai parameter zat padat tersuspensi (TSS) menunjukan nilai yang cenderung meningkat. Menurut APHA dalam Effendi (2003) mengatakan bahwa, TSS yang tinggi akan menurunkan tingkat kecerahan perairan serta dapat mengurangi penetrasi
43
cahaya dan masuknya matahari ke dalam air sehingga akan membatasi proses fotosintesis. Nilai TSS pada stasiun satu adalah 130 Mg/L masih melampaui baku mutu air laut sehingga dikategorikan tercemar. Hal ini sebabkan karena masuk limbah organik dan anorganik sehingga terjadinya akumulasi di perairan pantai di akibatkan karena penduduk disekitar dekat dengan pantai. Pengukuran parameter fisik kimia perairan pantai pada stasiun I dapat dilihat pada grafik berikut:
Gambar 4.5 Grafik Parameter Fisik Kimia Perairan pada stasiun I
4.4.2 Parameter Fisik Kimia Perairan Pantai Pada Stasiun II
Pada hasil penelitian menunjukan bahwa pada stasiun II (dua) parameter fisik kimia yang di ukur adalah kecepatan arus. suhu, pH, salinitas, TSS, dan TDS. Kisaran nilai parameter fisik kimia selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.
44
Tabel 4.7 Hasil pengukuran parameter fisik kimia pada stasiun II
No
Parameter
Satuan
Hasil Pengukuran
Kriteria
Kategori
1
Kecepatan Arus
m/s
58.3
10-100
Alami/Normal
2
Suhu
0C
28.6
25-31
Alami/Normal
3
Substrat

Berlumpur & Berbatu

Alami/Normal
4
pH

6.8
7─8.5
Tercemar
5
Salinitas

41.75
30-80
Alami/Normal
6
TSS
Mg/l
549
20
Tercemar
7
TDS
Mg/l
39.15

Alami/Normal
Pada tabel 4.7 diatas hasil pengamatan parameter pada stasiun dua antara kecepatan arus. suhu, pH, salinitas, dan TDS masih di kategorikan alami atau normal sehingga membuat organisme di perairan pantai kecamatan kota Lama Kota Kupang masih berada dalam kisaran toleransi bagi organisme gastropoda untuk bertahan hidup. Sedangkan kisaran nilai parameter zat padat tersuspensi (TSS) menunjukan nilai yang cenderung meningkat.
Menurut APHA dalam Effendi (2003) mengatakan bahwa, TSS yang tinggi akan menurunkan tingkat kecerahan perairan serta dapat mengurangi penetrasi cahaya dan masuknya matahari ke dalam perairan sehingga akan membatasi proses fotosintesis. Nilai TSS pada stasiun dua adalah 549 Mg/L sangat melampaui baku mutu air laut sehingga dikategorikan tercemar. Hal ini disebabkan karena masuk limbah organik dan anorganik sehingga terjadinya akumulasi di perairan pantai diakibatkan karena penduduk
45
disekitar dekat dengan pantai semakin padat dan aktivitas terus meningkat. Nilai pH pada stasiun adalaah 6.8 berarti bahwa sangat melampaui baku mutu air laut sehingga pH pada stasiun dua di kategorikan tercemar karena pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan sehingga proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah (Effendi, 2003).
Pengukuran parameter fisik kimia perairan pantai pada stasiun dua dapat dilihat pada grafik berikut:
Gambar 4.6 Grafik Parameter Fisik Kimia Perairan pada stasiun II
4.4.3 Parameter Fisik Kimia Perairan Pantai Pada Stasiun III
Pada hasil penelitian menunjukan bahwa pada stasiun III (tiga) parameter fisik kimia yang diukur adalah kecepatan arus, suhu, pH, salinitas, TSS, dan TDS. Kisaran nilai parameter fisik kimia selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:
46
Tabel 4.8 Hasil pengukuran parameter fisik kimia pada stasiun III
No
Parameter
Satuan
Hasil Pengukuran
Kriteria
Kategori
1
Kecepatan Arus
m/s
58.6
10-100
Alami/Normal
2
Suhu
0C
29.3
25-31
Alami/Normal
3
Substrat

Berpasir & Berbatu

Alami/Normal
4
pH

7.5
7─8.5
Alami/Normal
5
Salinitas

44.75
30-80
Alami/Normal
6
TSS
Mg/l
110
20
Tercemar
7
TDS
Mg/l
41.95

Alami/Normal
Pada tabel 4.8 diatas hasil pengamatan parameter pada stasiun tiga antara kecepatan arus. suhu, salinitas, dan TDS masih di kategorikan alami atau normal sehingga membuat organisme di perairan pantai kecamatan kota Lama Kota Kupang masih berada dalam kisaran toleransi bagi organisme gastropoda untuk bertahan hidup. Sedangkan kisaran nilai parameter zat padat tersuspensi (TSS) menunjukan nilai yang cenderung meningkat.
Menurut APHA dalam Effendi (2003) mengatakan apabila TSS yang tinggi akan menurunkan tingkat kecerahan perairan serta dapat mengurangi penetrasi cahaya dan masuknya matahari ke dalam perairan sehingga akan membatasi proses fotosintesis. Nilai TSS pada stasiun tiga adalah 110 Mg/L masih melampaui baku mutu air laut sehingga dikategorikan tercemar. Hal ini disebabkan karena masuk limbah organik dan anorganik sehingga terjadinya
47
akumulasi di perairan pantai di akibatkan karena penduduk disekitar dekat dengan pantai semakin padat dan aktivitas terus meningkat.
Pengukuran parameter fisik kimia perairan pantai pada stasiun tiga dapat dilihat pada grafik berikut:
Gambar 4.7 Grafik Parameter Fisik Kimia Perairan pada stasiun III
4.4.4 Nilai Rerata Parameter Fisik Kimia Perairan Pantai Kecamatan Kota Lama Kota Kupang
Berdasarkan hasil pengamatan nilai parameter fisik kimia perairan pantai kecamatan Kota Lama Kota Kupang dapat di peroleh kisaran nilai Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia perairan Kota Lama menunjukan kecepatan arus 30-61 m/s, suhu 29-30 0C, substrat (berlumpur, berpasir, dan berbatu), pH 6.8-7, salinitas 41, 75-45,75 ‰, TSS 110-549 mg/l, TDS 39,15-42,9 mg/l.
48
Tabel 4.9 Hasil pengukuran parameter fisik kimia Perairan Pantai Kecamatan Kota Lama Kota Kupang
No
Parameter
Satuan
Sampling
Rerata
Kriteria
Kategori
St I
St II
St III
1
Kecepatan Arus
m/s
57.6
58.3
58.6
58.1
10-100
Alami /Normal
2
Suhu
°C
29
28.6
29.3
28.9
25-31
Alami /Normal
3
Substrat

Berpasir & Berbatu, sedikit berlumpur
Berlumpur & Berbatu
Berpasir, & Berbatu
4
pH
7
6.8
7.5
7.1
7 - 8.5
Alami /Normal
5
Salinitas

45.47
41.75
44.75
43.9
30-80
Alami /Normal
6
TSS
Mg/L
130
549
110
263
20
Tercemar
7
TDS
Mg/L
42.9
39.15
41.95
41.3
-
Alami /Normal
Dari tabel tabel 4.9 tersebut diatas rata-rata parameter fisik kimia di perairan pantai kecamatan Kota Lama Kota Kupang antara lain kecepatan arus 58.1, suhu 28.9, pH 6.7, salinitas 43.9, TSS 263 dan TDS 41.3. untuk selengkapnya dapat dilihat pada grafik berikut:
Gambar 4.8 Grafik Hasil Pengukuran Nilai Rata-Rata Parameter Fisik Kimia Perairan Pantai Kecamatan Kota Lama Kota Kupang
49
Berdasarkan hasil penelitian menunujukan bahwa kisaran nilai kecepatan arus pada perairan kecamatan Kota Lama Kota Kupang adalah 57,6–58,6 m/s. Menurut Wood (1987) bahwa kisaran 10–100 cm/dtk termasuk kategori alami dimana menguntungkan bagi organisme dasar; terjadi pembaruan antara bahan organik dan anorganik dan tidak terjadi akumulasi. Dari hasil pengukuran kecepatan arus rata-rata di perairan pantai kecamatan Kota Lama Kota Kupang adalah 58,1 m/s dikategorikan masih alami atau normal.
Kisaran nilai suhu pada perairan kecamatan Kota Lama Kota Kupang adalah 28,6–29,3 °C. Menurut Sukarno (1981) bahwa suhu dapat membatasi sebaran hewan gastropoda secara geografik dan suhu yang baik untuk pertumbuhan hewan gastropoda berkisar antara 25–31 °C. Dari hasil pengukuran kecepatan arus rata-rata di perairan pantai kecamatan Kota Lama Kota Kupang adalah 28,9 °C dikategorikan masih alami atau tidak tercemar.
Pengukuran pH pada perairan kecamatan Kota Lama Kota Kupang adalah berkisar antara 6.8–7.5. berdasarkan Kepmen LH Nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu kualitas air laut maka pH yang optimum untuk kehidupan organisme laut adalah antara 7–8.5. Dari hasil pengamatan di lapangan, nilai rata-rata pH di pantai Kecamatan Kota Lama Kota Kupang adalah 7.1 yang berarti masih dalam batas maksimum pH yang optimal, sehingga dikategorikan alami atau tidak tercemar.
50
Berdasarkan hasil pengukuran salinitas pada perairan kecamatan Kota Lama Kota Kupang berkisar antara 41.75–45.47. Menurut Barnes (1987) pengaruh salinitas secara tidak langsung mengakibatkan adanya perubahan komposisi dalam suatu ekosistem. Menurut Gross (1972) menyatakan bahwa gastropoda umumnya mentoleransi salinitas berkisar antara 25–40 ‰. Nilai rata-rata salinitas di perairan pantai kecamatan Kota Lama adalah 43.9‰ berada dalam kategori normal atau tidak tercemar.
Pengukuran zat padatan tersuspensi (TSS) pada penelitian ini adalah berkisar antara 110–549 Mg/l. Menurut APHA dalam Effendi (2003) mengatakan bahwa, TSS yang tinggi akan menurunkan tingkat kecerahan perairan serta dapat mengurangi penetrasi cahaya dan masuknya matahari ke dalam perairan sehingga akan membatasi proses fotosintesis. Kisaran nilai rata-rata TSS di perairan pantai kecamatan Kota Lama Kota Kupang adalah 263 Mg/l, hasil analisa menunjukan bahwa zat padatan tersuspensi melampaui baku mutu air laut sehingga di kategorikan tercemar hal ini disebabkan karena jarak antara pemukiman dengan pantai sangat dekat dan aktivitas disekitar pantai seperti perdagangan, pertokoan, rumah potong hewan, perikanan dan peternak juga semakin meningkat sehingga limbah organik dan anorganik dari aktivitas-aktivitas tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung masuk ke dalam lingkungan perairan pantai dan tidak langsung mengendap sehingga zat padatan tersuspensi semakin tinggi akan mengurangi penetrasi cahaya matahari yang masuk kedalam perairan atau
51
kekeruhan semakin meningkat sehingga akan memperhambat proses fotosintesis bagi organisme laut.
Kisaran nilai padatan terlarut (TDS) pada perairan pantai kecamatan Kota Lama berkisar antara 39.15–42.9 Mg/l. Padatan terlarut terdiri dari senyawa anorganik dan organik yang terlarut dalam air, mineral, dan garam (Fardiaz 1992). Senyawa oganik dan anorganik yang mengendap dan terlarut di dasar perairan tidak bersifat toksik sehingga hasil analisa nilai TDS pada perairan pantai kecamatan Kota Lama Kota Kupang di kategorikan tidak tercemar atau masih alami.
52
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian indeks keanekaragaman jenis gastropoda yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Gastropoda yang ditemukan di perairan pantai kecamatan Kota Lama Kota Kupang yang terdiri dari 10 jenis yaitu: Nasarius clarus, Marginella cincta, Tonna perdix L, Nerita polita, Nerita Plicata, Columbella melanozoa, Nassarium pauperus, Conus dorreensis, Thais echinata dan Siphonalia varicosus yang tergolong dalam 3 ordo dan 7 famili.
2. Nilai indeks keanekaragaman jenis gastropoda tertinggi di perairan pantai kecamatan Kota Lama Kota Kupang adalah 2.1602 dan yang terendah adalah 1.7551. Nilai keanekaragaman jenis gastropoda pada perairan pantai Kecamatan Kota Lama Kota Kupang berkisar antara 0.0999 sampai 0.3026 dengan nilai keanekaragaman tertinggi ditemukan pada jenis Nasarius clarus yaitu sebesar 0.3026 dan nilai keanekaragaman jenis terendah ditemukan pada jenis Siphonalia varicosus sebesar 0.0999. Berdasarkan indeks keanekaragaman tersebut diatas maka nilai indeks keanekaragaman gastropoda pada perairan pantai Kota Lama memiliki keanekaragaman jenis yang rendah.
3. Kualitas perairan pantai kecamatan Kota Lama berdasarkan indeks keanekaragaman menurut (Wilha 1975, dalam Fachrul 2007) H’2,0–3,0 menunjukan kualitas perairan tercemar ringan. Berdasarkan indeks
53
keanekaragaman tersebut diatas maka kualitas perairan pantai kecamatan Kota Lama Kota Kupang dikategorikan tercemar rinngan.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka saran yang dapat di berikan penulis kepada pihak-pihak terkait dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Kepada Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Propinsi Nusa Tenggara Timur untuk membantu suatu upaya perlindungan terhadap lingkungan perairan pantai kecamatan Kota Lama Kota Kupang agar terhindar dari pencemaran.
2. Bagi masyarakat yang tinggal disepanjang pesisir pantai kecamatan Kota Lama Kota Kupang agar berperan aktif dalam menjaga lingkungan pantai agar perairan pantai Kota Lama Kota Kupang terhindar dari pencemaran.
3. Bagi peneliti lanjutan agar bisa melanjutkan penelitian dengan mengkaji besarnya kandungan zat berbahaya pada perairan pantai kecamatan Kota Lama Kota Kupang.
4. Sebagai salah satu refrensi bagi mahasiswa fakultas MIPA program studi biologi untuk menganalisis jenis-jenis gastropoda yang resistensi terhadap pencemaran perairan pantai.
54
DAFTAR PUSTAKA
Asikin, 1982. Kerang Hijau. Jakarta : Penebar Swadaya
Barnes, R. D. 1987. Invertebrate Zoology. Fith edition. Sounders College Publishing. London.
Clark, R.B. 1986. Marine Pollution. Claredon Press. Oxford.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Desmukh, I. 1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Jakarta : Yayasan OborIndonesia
Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia. Jakarta: PT.Sarana Graha.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas air. Managemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.
Hughes, R.H. 1986. A Fungtional Biology of Marine Gastropods. FirstPublished. John Hopkins University Press. USA.
Krebs, C.J. 1985. Ecology: The Experimental Analysis of Distributions andAbundance. Ed. New York.
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
Nybakken, J.W. 1992 Biologi Laut. Suatu Pendektan Ekologis. PT Gramedia Pustaka, Jakarta.
Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Penerjemahan: Samingan, T dan B.Srigandono. Gajahmada University Press. Yogyakarta.
Primack, R. B ; J. Supriatna ; M. Indrawan & Kramadibrata. 1998. Biologi
Konservasi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
Simon & Schuster . 1979. Guide to Shells. New york : Published by Simon & Schuster, inc
55
Sinaga, T. 2009. Keanekaragamana Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Danau Toba Balige Kabupaten Toba samosir. Skripsi PDF Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.
Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif Metode Analisis Populasi dan
Komunitas. Surabaya: Usaha Nasional.
Sukarno, 1981. Terumbu Karang di Indonesia. Permasalahan dan Pengelolaannya LON-LIPI. Jakarta.
Wilhm, J. L., and T.C. Doris. 1986. Biologycal Parameter for water qualityCriteria. Bio. Science: 18
Wijayanti, H. M. 2007. Kajian Kualitas Perairan di Kota Bandar Lampung Berdasarkan Komunitas Hewan Makrobenthos. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang.
Wood, M. S. 1987. Subtidal ecology. Edward Arnold Pty. Limited, Australia.

Kamis, 21 April 2011

Hanch Lopo: KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KEANEK...

Hanch Lopo: KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KEANEK...: "KONVENSI [1] PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI PEMBUKAAN Para Pihak, Sadar..."

KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI

KONVENSI[1] PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA
TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI


PEMBUKAAN
Para Pihak,
Sadar akan nilai intrinsik (bawaan) keanekaragaman hayati dan nilai ekologi, genetik, sosial, ekonomi, ilmiah, pendidikan, budaya, rekreasi dan estetis keanekaragaman hayati dan komponen-komponennya.
Sadar juga akan pentingnya keanekaragaman hayati bagi evolusi dan untuk memelihara sistem-sistem kehidupan di biosfer yang berkelanjutan.
Menegaskan bahwa konservasi keanekaragaman hayati merupakan kepedulian bersama seluruh umat manusia.
Menegaskan kembali bahwa Negara negara mempunyai hak berdaulat atas sumber daya hayatinya.
Menegaskan kembali juga bahwa Negara negara bertanggung jawab terhadap konservasi keanekaragaman hayatinya dan terhadap pemanfaatan sumber daya hayatinya secara berkelanjutan.
Memperdulikan bahwa keanekaragaman hayati sedang mengalami pengurangan yang nyata karena kegiatan tertentu manusia.
Sadar akan kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai keanekaragaman hayati dan akan kebutuhan yang mendesak untuk mengembangkan kapasitas-kapasitas ilmiah, teknis dan kelembagaan untuk menyediakan pengertian dasar yang dijadikan landasan untuk merencanakan dan melaksanakan tindakan-tindakan yang sesuai.
Memperhatikan bahwa merupakan hal yang sangat penting untuk mengantisipasi, mencegah dan mengatasi penyebab pengurangan yang nyata atau hilangnya keanekaragaman hayati pada sumbernya.
Memperhatikan juga bahwa jika ada ancaman terhadap pengurangan yang nyata atau hilangnya keanekaragaman hayati, kekurangpastian ilmiah tidak seharusnya dijadikan alasan penangguhan tindakan-tindakan untuk menghindarkan atau memperkecil ancaman tersebut.
Memperhatikan lebih lanjut bahwa pernyataan dasar bagi konservasi keanekaragaman hayati ialah konservasi in-situ ekosistem dan habitat alami, serta pemeliharaan dan pemulihan populasi jenis-jenis yang dapat berkembang biak dalam lingkungan alaminya.
Memperhatikan lebih lanjut bahwa tindakan-tindakan ex-situ diutamakan dalam negara asal jenis, juga mempunyai peranan penting untuk dilaksanakan.
Mengakui ketergantungan yang erat dan berciri tradisional sejumlah besar masyarakat lokal/setempat seperti tercermin dalam gaya hidup tradisional terhadap sumber daya hayati, dan keinginan untuk membagi keuntungan yang dihasilkan dari pemanfaatan pengetahuan, inovasi-inovasi dan praktek-praktek tradisional yang berkaitan dengan konservasi keanekaragaman hayati dan pemanfaatan secara berkelanjutan komponen-komponennya secara adil.
Mengakui juga peranan wanita dalam konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati dan mempertegas perlunya partisipasi penuh wanita pada semua taraf penyusunan kebijakan dan pelaksanaan konservasi keanekaragaman hayati.
Menekankan pentingnya dan perlunya untuk mendorong kerjasama internasional, regional dan global diantara negara-negara serta organisasi-organisasi antar negara dan sektor swadaya masyarakat bagi konservasi keanekaragaman hayati dan pemanfaatan secara berkelanjutan komponen-komponennya.
Mengakui bahwa penyediaan sumber-sumber dana baru dan tambahan serta akses yang sesuai pada teknologi yang berkaitan dapat diharapkan mampu membuat perbedaan yang cukup nyata dalam kemampuan dunia untuk menangani hilangnya keanekaragaman hayati.
Mengakui lebih lanjut bahwa diperlukan persediaan khusus untuk memenuhi kebutuhan negara-negara berkembang, termasuk persediaan sumber-sumber dana baru dan tambahan serta akses yang tepat pada tekhnologi-tekhnologi yang berkaitan.
Memperhatikan dalam hal ini kondisi khusus pada negara negara terbelakang dan negara-negara kepulauan kecil.
Mengakui bahwa diperlukan investasi yang besar untuk mengkonservasikan keanekaragaman hayati dan bahwa ada harapan untuk keuntungan-keuntungan lingkungan, ekonomi dan sosial dengan kisaran yang luas dari investasi tersebut.
Mengakui bahwa pembangunan ekonomi dan sosial serta pengentasan kemiskinan merupakan prioritas pertama dan utama negara-negara berkembang.
Sadar bahwa konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati merupakan kepentingan yang menentukan untuk memenuhi kebutuhan pangan, kesehatan dan kebutuhan-kebutuhan lain bagi kependudukan dunia yang selalu berkembang, yang bagi maksud tersebut akses dan pembagian secara adil sumber daya genetik maupun teknologi merupakan hal yang sangat penting.
Memperhatikan bahwa konservarsi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati pada akhirnya akan memperkokoh hubungan persahabatan antara negara-negara dan menyumbangkan kedamaian bagi umat manusia.
Berkeinginan untuk meningkatkan dan melengkapi peraturan internasional bagi konservasi keanekaragaman hayati serta pemanfaatan secara berkelanjutan komponen-komponennya yang telah ada.
Bertekad untuk mengkonservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan demi kemakmuran generasi sekarang dan yang akan datang.
Telah bersepakat dalam hal-hal sebagai berikut:
Pasal 1
T U J U A N
Tujuan konvensi ini, seperti tertuang dalam ketetapan ketetapannya, ialah konservasi keanekaragaman hayati, pemanfaatan komponen-komponennya secara berkelanjutan dan membagi keuntungan yang dihasilkan dari pendayagunaan sumber daya genetik secara adil dan merata, termasuk melalui akses yang memadai terhadap sumber daya genetik dan dengan alih teknologi yang tepat guna, dan dengan memperhatikan semua hak atas sumber-sumber daya dan teknologi itu, maupun dengan pendanaan yang memadai.
Pasal 2
PENGERTIAN
Untuk maksud Konvensi ini :
"Keanekaragaman hayati" ialah keanekaragaman di antara mahluk hidup dari semua sumber termasuk diantaranya, daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain serta kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya; mencakup keanekaragaman didalam species, antara species dan ekosistem.
"Sumber daya hayati" mencakup sumber daya genetik, organisme atau bagiannya, populasi atau komponen biotik ekosistem-ekosistem lain dengan manfaat atau nilai yang nyata atau potensial untuk kemanusiaan.
"Bioteknologi" ialah penerapan teknologi yang menggunakan sistem-sistem hayati, makhluk hidup atau derivatifnya, untuk membuat atau memodifikasi produk-produk atau proses-proses untuk penggunaan khusus.
"Negara asal sumber daya genetik" ialah negara yang memiliki sumber-sumber daya genetik yang berada dalam kondisi in-situ.
"Negara penyedia sumber daya genetik" ialah negara yang memasok sumber daya genetik yang dikumpulkan dari sumber in-situ, mencakup populasi jenis- jenis liar dan terdomestikasi, atau diambil dari sumber-sumber in-situ, yang mungkin berasal atau tidak berasal dari negara yang bersangkutan.
"Jenis terdomestikasi atau budidaya" ialah spesies yang proses evolusinya telah dipengaruhi oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
"Ekosistem" ialah kompleks komunitas tumbuhan, binatang dan jasad renik yang dinamis dan lingkungan tak hayati/abiotik-nya yang berinteraksi sebagai unit fungsional.
"Konservasi ex-situ" ialah konservasi komponen-komponen keanekaragaman hayati di luar habitat alaminya.
"Material genetik" ialah bahan dari tumbuhan, binatang, jasad renik atau jasad lain yang mengandung unit-unit fungsional pewarisan sifat (hereditas).
"Sumber daya genetik" ialah bahan genetik yang mempunyai nilai nyata atau potensial.
"Habitat" ialah tempat atau tipe tapak tempat organisme atau populasi terjadi secara alami.
"Konservasi ex-situ" ialah konservasi komponen-komponen keanekaragaman hayati di luar habitat alaminya.
"Material genetik" ialah bahan dari tumbuhan, binatang, jasad renik atau jasad lain yang mengandung unit-unit fungsional pewarisan sifat (hereditas).
"Sumber daya genetik" ialah bahan genetik yang mempunyai nilai nyata atau potensial.
"Habitat" ialah tempat atau tipe tapak tempat organisme atau populasi terjadi secara alami.
"Kondisi in-situ" ialah kondisi sumber daya genetik yang terdapat di dalam ekosistem dan habitat alami dan dalam hal jenis-jenis terdomestikasi atau budidaya, di dalam lingkungan tempat sifat-sifat khususnya berkembang.
"Konservasi in-situ" ialah konservasi ekosistem dan habitat alami serta pemeliharaan dan pemulihan populasi jenis-jenis berdaya hidup dalam lingkungan alaminya, dan dalam hal jenis-jenis terdomestikasi atau budidaya, di dalam lingkungan tempat sifat-sifat khususnya berkembang.
"Kawasan terlindungi" ialah kawasan yang ditetapkan secara geografis yang dirancang atau diatur dan dikelola untuk mencapai tujuan konservasi yang spesifik.
"Organisasi kerjasama ekonomi regional" ialah suatu organisasi yang didirikan oleh negara-negara berdaulat dari suatu kawasan tertentu, yang kepadanya negaranegara anggota telah mengalihkan kewenangan dalam hal permasalahan yang diatur konvensi ini dan yang telah diberi kewenangan penuh, sehubungan dengan prosedur prosedur (tata cara) internal, untuk menandatanganni, meratifikasi, menerima, menyetujui atau menyatakan keikutsertaannya.
"Pemanfaatan secara berkelanjutan" ialah pemanfaatan komponen-komponen keanekaragaman hayati dengan cara dan pada laju yang tidak menyebabkan penurunannya dalam jangka panjang, dengan demikian potensinya dapat dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi masa kini dan masa datang.
"Teknologi" mencakup juga bioteknologi.
Pasal 3
P R I N S I P
Sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa dan azas-azas hukum internasional setiap negara mempunyai hak berdaulat untuk memanfaatkan sumbersumber dayanya sesuai dengan kebijakan pembangunan lingkungannya sendiri, dan tanggung jawab untuk menjamin bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam yurisdiksinya atau kendalinya tidak akan menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan negara lain atau kawasan di luar batas yurisdiksi nasionalnya.
Pasal 4
LINGKUP KEDAULATAN
Mengakui hak-hak negara-negara lain, dan kecuali dengan tegas ditetapkan berbeda dalam konvensi ini, ketentuan-ketentuan dalam konvensi ini berlaku, terhadap masing-masing pihak:
(a) Dalam hal komponen keanekaragaman hayati, ialah yang terdapat di dalam batas-batas yurisdiksi nasionalnya; dan
(b) Dalam hal proses dan kegiatan, ialah yang dilaksanakan di bawah yurisdiksi atau pengendalinannya, di dalam atau di luar batas nasionalnya, tanpa memperhatikan tempat terjadinya akibat proses kegiatan tersebut.
Pasal 5
KERJASAMA INTERNASIONAL
Setiap pihak wajib bekerjasama dengan pihak-pihak lain, secara langsung, atau jika dirasa tepat, melalui organisasi internasional yang kompeten, dengan menghormati kawasan di luar yurisdiksi nasional dan hal-hal yang menjadi minat bersama, untuk konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati bila dimungkinkan dan dapat dilaksanakan.
Pasal 6
TINDAKAN UMUM BAGI KONSERVASI DAN PEMANFAATAN
SECARA BERKELANJUTAN
Setiap pihak, dengan kondisi dan kemampuan khususnya wajib:
(a) Mengembangkan strategi, rencana atau program nasional untuk konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati atau menyesuaikan strategi, rencana atau program yang sudah ada untuk maksud ini yang harus mencerminkan, di antaranya, upaya yang dirumuskan dalam konvensi ini yang berkaitan dengan kepentingan para pihak, dan
(b) Memadukan konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati ke dalam rencana, program dan kebijakan sektoral atau lintas sektoral yang berkaitan sejauh mungkin dan jika sesuai.
Pasal 7
IDENTIFIKASI DAN PEMANTAUAN
Sejauh mungkin dan sesuai mungkin, khususnya untuk tujuan pasal-pasal 8 sampai 10, setiap pihak wajib:
(a) Mengidentifikasi komponen-komponen keanekaragaman hayati yang penting untuk konservasi dan pemanfaatannya secara berkelanjutan, dengan memperhatikan daftar indikatif kategori yang disusun dalam lampiran I;
(b) Memantau komponen-komponen keanekaragaman hayati yang melalui diidentifikasi seperti tersebut dalam sub ayat (a) di atas, melalui pengambilan sampel dan tekhnik-tekhnik lain, dengan memberikan perhatian khusus pada komponenkomponen yang memerlukan upaya konservasi segera dan komponen yang berpotensi terbesar bagi pemanfaatan secara berkelanjutan;
(c) Mengidentifikasi proses-proses dan kategori-kategori kegiatan yang mempunyai atau diperkirakan mempunyai dampak merugikan yang nyata pada konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati, dan memantau akibatakibatnya melalui pengambilan sampel dan teknik-teknik lain; dan
(d) Memelihara dan mengorganisasi data-data yang berasal dari kegiatan-kegiatan pengidentifikasian dan pemantauan seperti yang tersebut dalam sub ayat (a), (b) dan (c) di atas dengan berbagai mekanisme pendataan.
Pasal 8
KONSERVASI IN-SITU
Sejauh dan sesuai mengkin, setiap pihak wajib :
(a) Mengembangkan sistem kawasan lindung atau kawasan yang memerlukan penanganan khusus untuk mengkonservasi keanekaragaman hayati;
(b) Mengembangkan pedoman untuk penyelesaian, pendirian dan pengelolaan kawasan lindung atau kawasan-kawasan yang memerlukan upaya-upaya khusus untuk mengkonservasi keanekaragaman hayati;
(c) Mengatur atau mengelola sumber daya hayati yang penting bagi konservasi keanekaragaman hayati baik di dalam maupun di luar kawasan lindung, dengan maksud untuk menjamin konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan;
(d) Memajukan perlindungan ekosistem, habitat alami dan pemeliharaan populasi yang berdaya hidup dari spesies di dalam lingkungan alaminya;
(e) Memajukan pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan di kawasan yang berdekatan dengan kawasan lindung dengan maksud untuk dapat lebih melindungi kawasan-kawasan ini;
(f) Merehabilitasi dan memulihkan ekosistem yang rusak dan mendorong pemulihan jenis-jenis terancam, di antaranya melalui pengembangan dan pelaksanaan rencana-rencana atau strategi pengelolaan lainnya;
(g) Mengembangkan atau memelihara cara-cara untuk mengatur, mengelola atau mengendalikan resiko yang berkaitan dengan penggunaan dan pelepasan organisme termodifikasi hasil bioteknologi, yang mungkin mempunyai dampak lingkungan merugikan, yang dapat mempengaruhi konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati, dengan memperhatikan pula resiko terhadap kesehatan manusia;
(h) Mencegah masuknya serta mengendalikan atau membasmi jenis-jenis asing yang mengancam ekosistem, habitat atau spesies;
(i) Mengusahakan terciptanya kondisi yang diperlukan untuk keselarasan antara pemanfaatan kini dan konservasi keanekaragaman hayati serta pemanfaatan secara berkelanjutan komponen-komponennya;
(j) Tergantung perundang-undangan nasionalnya, menghormati, melindungi dan mempertahankan pengetahuan, inovasi-inovasi dan praktek-praktek masyarakat asli dan lokal yang mencerminkan gaya hidup berciri tradisional, sesuai dengan konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati dan memajukan penerapannya secara lebih luas dengan persetujuan dan keterlibatan pemilik pengetahuan inovasi-inovasi dan praktek-praktek tersebut semacam itu mendorong pembagian yang adil keuntungan yang dihasilkan dari pendayagunaan pengetahuan, inovasi-inovasi dan praktek-praktek semacam itu;
(k) Mengembangkan atau mempertahankan perundang-undangan yang diperlukan dan/atau peraturan-peraturan bagi perlindungan jenis-jenis dan populasi terancam;
(l) Mengatur atau mengelola proses dan kategori kegiatan yang sesuai, bila akibat yang nyata merugikan terhadap keanekaragaman hayati telah ditentukan seperti tersebut dalam pasal 7; dan
(m) Bekerjasama dalam penyediaan dana dan dukungan lainnya untuk konservasi insitu yang dirumuskan dalam sub-sub ayat (a) sampai (i) di atas, terutama bagi negara-negara berkembang.
Pasal 9
KONSERVASI EX-SITU
Sejauh dan sesuai mungkin serta khususnya untuk maksud melengkapi upaya in-situ setiap pihak wajib:
(a) Memberlakukan upaya-upaya konservasi ex-situ komponen-komponen keanekaragaman hayati, terutama di negeri asal komponen-komponen yang dimaksud;
(b) Memantapkan dan mempertahankan sarana untuk konservasi ex-situ dan penelitian tumbuhan, binatang, dan jasad renik, terutama di negara asal sumber daya genetik;
(c) Memberlakukan upaya-upaya untuk pemulihan dan perbaikan spesies terancam dan untuk mengintroduksinya kemballi ke habitat alaminya dengan kondisi yang sesuai;
(d) Mengatur dan mengelola koleksi sumber daya alam hayati dari habitat alami untuk maksud konservasi ex-situ sehingga tidak mengancam ekosistem dan spesies populasi in-situ, keculai jika tindakan ex-situ sementara yang khusus diperlukan seperti dalam sub ayat (c) di atas; dan
(e) Bekerjasama dalam menyediakan dana dan bantuan lainnya untuk konservasi exsitu yang dirumuskan dalam sub ayat (a) sampai (d) di atas serta dalam pemantapan dan pemeliharaan sarana konservasi ex-situ di negara-negara berkembang.
Pasal 10
PEMANFAATAN SECARA BERKELANJUTAN KOMPONEN-KOMPONEN
KEANEKARAGAMAN HAYATI
Sejauh dan sesuai mungkin, setiap pihak wajib:
(a) Memadukan pertimbangan konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan sumber daya alam hayati ke dalam pengambilan keputusan nasional;
(b) Memberlakukan upaya-upaya tindakan yang berkenaan dengan pemantapan sumber daya alam hayati untuk menghindarkan atau memperkecil dampak merugikan terhadap keanekaragaman hayati;
(c) Melindungi dan mendorong pemanfaatan sumber daya alam hayati yang sesuai dengan praktek-praktek budaya, tradisional, yang cocok dengan persyaratan konservasi atau pemanfaatan secara berkelanjutan;
(d) Mendukung penduduk setempat untuk mengembangkan dan melaksanakan upaya perbaikan kawasan yang rusak, yang keanekaragaman hayatinya telah berkurang; dan
(e) Mendorong kerjasama antara pejabat-pejabat pemerintah dan sektor swasta dalam mengembangkan metode pemanfaatan secara berkelanjutan sumber daya alam hayati.
Pasal 11
TINDAKAN INSENTIF
Sejauh dan sesuai mungkin, setiap pihak wajib memberlakukan upaya-upaya yang layak secara ekonomi dan sosial yang merupakan insentif bagi konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan komponen-komponen keanekaragaman hayati.
Pasal 12
PENELITIAN DAN PELATIHAN
Dengan memperhatikan kebutuhan khusus negara berkembang semua pihak akan:
(a) Memantapkan dan mempertahankan program pendidikan dan pelatihan ilmiah dan teknis untuk upaya identifikasi, konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati dan komponen-kompponennya, serta menyediakan bantuan untuk pendidikan dan pelatihan semacam itu untuk kebutuhan khusus negara-negara berkembang;
(b) Meningkatkan dan memajukan penelitian yang memberikan sumbangan kepada konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati, khususnya di negara-negara berkembang, di antaranya yang berkaitan dengan keputusan konfrensi para pihak sebagai konsekuensi rekomendasi badan pendukung untuk nasihat-nasihat ilmiah, teknis dan teknologis; dan
(c) Untuk memenuhi persyaratan pasal-pasal 16, 18 dan 20, memajukan dan bekerjasama dalam pemanfaatan kemajuan ilmiah di bidang penelitian keanekaragaman hayati dalam pengembangan metode bagi konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan sumber daya alam hayati.
Pasal 13
PENDIDIKAN DAN KESADARAN MASYARAKAT
Para pihak wajib :
(a) Memajukan dan mendorong pemahaman akan pentingnya, dan upaya yang diperlukan bagi, konservasi keanekaragaman hayati, sebagai propagandanya melalui media, serta pencantuman topik ini dalam program pendidikan; dan
(b) Bekerjasama bila sesuai, dengan negara-negara lain dan organisasi-organisasi internasional dalam mengembangkan program-program pendidikan dam kesadaran masyarakat, di bidang konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati.
Pasal 14
PENGKAJIAN DAMPAK DAN PENGURANGAN DAMPAK YANG MERUGIKAN
1. Sejauh dan sesuai mungkin, setiap pihak akan:
(a) Memperkenalkan prosedur tepat guna yang memerlukan pengkajian dampak lingkungan terhadap proyek-proyek yang diusulkan, yang diperkirakan mempunyai akibat merugikan terhadap keanekaragaman hayati untuk menghindarkan atau memperkecil akibat semacam itu dan bila sesuai, mengizinkan partisipasi masyarakat melalui prosedur tertentu;
(b) Memperkenalkan pengaturan yang tepat untuk menjamin bahwa akibat program dan kebijakannya terhadap lingkungan yang mungkin mempunyai dampak merugikan terhadap keanekaragaman hayati telah dipertimbangkan secara seksama;
(c) Memajukan atas dasar timbal balik, notifikasi, pertukaran informasi dan konsultasi kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam kewenangan atau pengendaliannya, yang diperkirakan menimbulkan akibat merugikan pada keanekaragaman hayati milik negara-negara lain atau kawasan di luar batas yurisdiksi nasionalnya, dengan mendorong , pengaturan bilateral, regional atau multilateral, bila sesuai;
(d) Dalam hal bahaya atau kerusakan yang mengancam keanekaragaman hayati negara-negara lain atau kawasan di luar batas yurisdiksi nasional, yang berasal dari kawasan yurisdiksi atau pengendaliannya, segera memberitahu negara-negara yang secara potensial terkena bahaya atau kerusakan semacam itu, dan memulai kegiatan untuk mencegah atau memperkecil bahaya atau kerusakan tersebut; dan
(e) Meningkatkan pengaturan nasional untuk tindakan darurat terhadap kegiatan-kegiatan atau kejadian-kejadian, baik oleh sebab-sebab alami maupun lainnya, yang menimbulkan bahaya yang mengancam dan menghawatirkan terhadap keanekaragaman hayati dan mendorong kerjasama internasional untuk membantu upaya nasional tersebut dan untuk mengembangkan rencana-rencana tak terduga bersama bila sesuai dan disetujui oleh negara-negara atau organisasi kerjasama ekonomi regional yang mempunyai kepedulian.
2. Berdasarkan kajian yang dilaksanakan konferensi para pihak wajib memeriksa persoalan (issue) penggantian kerugian dan pembayaran, termasuk pemulihan dan kompensasi, untuk kerusakan terhadap keanekaragaman hayati, kecuali bila penggantian kerugian semacam itu sepenuhnya merupakan permasalahan internal.
Pasal 15
AKSES PADA SUMBER DAYA GENETIK
1. Mengakui hak berdaulat negara-negara atas sumber daya alamnya, kewenangan menentukan akses kepada sumber daya genetik terletak pada pemerintah nasional dan tergantung pada perundang-undangan nasionalnya.
2. Setiap hak wajib berupaya menciptakan kondisi untuk memperlancar akses kepada sumber daya genetik untuk pemanfaatannya yang berwawasan lingkungan oleh pihak-pihak yang lain dan tidak memaksakan pembatasan yang bertentangan dengan tujuan konvensi ini.
3. Demi maksud konvensi ini, sumber daya genetik yang disediakan oleh satu pihak, menurut ketentuan pasal 16 dan 19, hanyalah yang disediakan oleh pihak-pihak yang merupakan negara asal sumber daya tersebut atau oleh pihak-pihak yang telah memperoleh sumber daya genetik sesuai konvensi ini.
4. Akses, bila diberikan harus atas dasar persetujuan bersama dan tergantung pada persyaratan dalam pasal ini.
5. Akses pada sumber daya genetik wajib didasarkan mufakat pihak yang menyediakan sumber daya tersebut yang diinformasikan sebelumnya, kecuali ditentukan berbeda oleh pihak pemiliknya.
6. Setiap pihak wajib berupaya mengembangkan dan melaksanakan penelitian ilmiah yang didasarkan sumber daya genetik, yang disediakan oleh pihak-pihak lain dengan peran serta penuh pihak-pihak yang bersangkutan.
7. Setiap pihak wajib menyiapkan upaya legislatif, administratif atau upaya kebijakan, jika sesuai, dan menurut pasal 16 dan 19, dan bila perlu melalui mekanisme pendanaan yang dirumuskan dalam pasal 20 dan 21 denga tujuan membagi hasil-hasil penelitian dan pengembangan serta keuntungan yang dihasilkan dari pendayagunaan komersial dan lain-lainnya sumber daya genetik secara adil dengan pihak yang menyediakan sumber daya tersebut. Pembagian ini harus didasarkan atas persyaratan yang disetujui bersama.
Pasal 16
AKSES PADA TEKNOLOGI DAN ALIH TEKNOLOGI
1. Dengan pengertian bahwa teknologi mencakup bioteknologi, dan bahwa akses dan pengalihan teknologi di antara para pihak merupakan unsur-unsur penting bagi pencapaian tujuan konvensi ini, setiap pihak dengan mengikuti persyaratan pasal ini menyediakan dan/atau menciptakan akses pada dan alih teknologi yang sesuai dengan konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati atau pemanfaatan sumber daya genetik dan tidak menyebabkan kerusakan yang nyata terhadap lingkungan kepada pihak-pihak lain.
2. Akses dan alih teknologi yang dimaksud dalam ayat (1) di atas bagi negaranegara berkembang wajib dilengkapi dan/atau diperlancar dengan persyaratan yang adil dan paling menguntungkan, termasuk persyaratan konsesi dan preferensi yang disepakati bersama dan jika perlu berkaitan dengan mekanisme pendanaan yang dirumuskan dalam pasal 20 dan 21. Dalam hal teknologi yang memperoleh paten dan hak-hak milik intelektual, akses dan alih teknologi terrsebut harus diatur berdasarkan persyaratan yang mengakui dan konsisten dengan perlindungan hak-hak milik intelektual yang memadai dan efektif. Penerapan ayat ini harus konsisten dengan hukum internasioanl dan konsisten dengan ayat (3), (4) dan (5) berikut ini.
3. Setiap pihak wajib dan memberlekukan tindakan-tindakan legislatif, administartif dan kebijakan, yang sesuai, dengan tujuan bahwa para pihak khususnya negara-negara berkembang, yang menyediakan sumber daya genetik diberi akses pada dan alih teknologi yang dipergunakan untuk memanfaatkan sumber-sumber daya tersebut, berrdasarkan persyaratan yang disepakati bersama, bila diperlukan termasuk teknologi yang dilindungi hak paten dan hak-hak milik intelektual, melalui persyaratan dalam pasal 20 dan 21 dan berkaitan dengan hukum internasional dan konsisten dengan ayat (4) dan (5) berikut ini.
4. Setiap pihak wajib memberlakukan tindakan-tindakan legislatif, administratif dan kebijakan yang sesuai dengan tujuan bahwa sektor swasta memperlancar akses pada pengembangan bersama dan alih teknologi yang diuraikan dalam ayat (1) di atas bagi keuntungan-keuntungan lembaga-lembaga pemerintah dan sektor swasta negara-negara berkembang dan dalam hal ini harus mematuhi ketentuan-ketentuan yang dicakup dalam ayat (1), (2) dan (3) di atas.
5. Para pihak, menyadari bahwa hak paten dan hak milik intelektual lain mungkin mempunyai pengaruh pada pelaksanaan konvensi ini, para pihak wajib bekerjasama atas dasar perundang-undangan nasional dan hukum internasional yang berlaku agar menjamin bahwa hak-hak semacam itu mendukung dan tidak bertentangan dengan tujuannya.
Pasal 17
PERTUKARAN INFORMASI
1. Para pihak wajib memperlancar informasi, dari semua sumber yang tersedia secara umum, yang berkaitan dengan konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati, dengan memperhatikan kebutuhan khusus negara-negara berkembang.
2. Pertukaran informasi semacam itu wajib meliputi baik pertukaran hasil-hasil penelitian teknis, ilmiah dan sosial ekonomi, maupun informasi tentang program pelatihan dan survei, pengetahuan khusus, pengetahuan asli dan tradisional, serta dalam kombinasi dengan teknologi yang diuraikan dalam pasal 16 ayat (1). Pertukaran semacam itu juga harus melibatkan repatriasi informasi.
Pasal 18
KERJASAMA TEKNIS DAN ILMIAH

1. Para pihak wajib meningkatkan kerjasama internasional teknis dan ilmiah dalam bidang konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati, jika perlu melalui lembaga-lembaga internasional dan nasional yang sesuai.
2. Setiap pihak wajib meningkatkan kerjasama internasional teknis dan ilmiah dengan pihak-pihak lain, khususnya negara-negara berkembang, dalam melaksanakan konvensi ini, antara lain melalui pengembangan dan pelaksanaan kebijakan nasional. Dalam memajukan kerjasama semacam itu, perhatian khusus harus diberikan kepada pembinaan dan peningkatan kemampuan nasional, dengan cara pengembangan sumber daya manusia dan pembinaan kelembagaan.
3. Konferensi para pihak, pada pertemuan yang pertama, harus menentukan cara menciptakan mekanisme pertukaran informasi untuk meningkatkan dan memperlancar kerjasama teknis dan ilmiah.
4. Berkaitan dengan perundang-undangan dan kebijakan nasional, para pihak wajib mendorong dan mengembangkan metode kerjasama bagi pengembangan dan penggunaan teknologi, termasuk teknologi asli dan tradisional, dalam upaya mencapai tujuan konvensi ini. Untuk maksud ini, para pihak wajib juga meningkatkan kerjasama dalam pelatihan personalia dan pertukaran pakar.
5. Para pihak, menurut kesepakatan timbal bailk, wajib meningkatkan pengembangan program penelitian bersama dan usaha bersama bagi pengembangan teknologi yang sesuai dengan tujuan kovensi ini.
Pasal 19
PENANGANAN BIOTEKNOLOGI DAN PEMBAGIAN KEUNTUNGAN
1. Setiap pihak wajib memberlakukan upaya-upaya legislatif, administratif dan kebijakan, bila diperlukan untuk memungkinkan peran serta yang efektif dalam kegiatan penelitian bioteknologi yang dilakukan para pihak, khususnya negara-negara berkembang yang menyediakan sumber daya genetik bagi penelitian tersebut, dan bila layak.
2. Setiap pihak wajib melakukan upaya praktis untuk mendorong dan mengembangkan akses prioritas, dengan dasar adil oleh para pihak, terutama negara-negara berkembang, kepada hasil dan keuntungan yang timbul dari bioteknologi yang didasarkan pada sumber daya genetik, yang disediakan oleh pihak-pihak tersebut. Akses semacam itu harus didasarkan persyaratan yang disetujui bersama.
3. Para pihak wajib mempertimbangkan kebutuhan akan protokol dan model-modelnya yang menentukan prosedur yang sesuai mencakup khususnya persetujuan yang diinformasikan lebih dulu, di bidang pengalihan, penanganan dan pemanfaatan secara aman terhadap organisme termodifikasi hasil bioteknologi, yang mungkin mempunyai akibat merugikan terhadap konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati.
4. Setiap pihak yang secara langsung atau dengan melalui pejabat resmi menurut yurisdiksinya menyediakan organisme seperti dalam ayat (3) di atas, harus menyediakan informasi yang ada tentang peraturan penggunaan dan keamanan yang diperlukan oleh pihak tersebut dalam menangani organisme semacam itu, maupun informasi yang ada mengenai dampak potensial organisme tertentu kepada pihak yang akan menerima organisme tersebut.
Pasal 20
SUMBER DANA
1. Sesuai dengan kemampuannya, setiap pihak wajib menyediakan bantuan dan insentif untuk kegiatan nasional untuk mencapai tujuan konvensi ini, yang sesuai dengan rencana, prioritas dan program nasionalnya.
2. Pihak negara maju wajib menyediakan sumber dana baru dan tambahan untuk memungkinkan pihak negara berkembang menutup secara penuh peningkatan biaya, yang telah disetujui, yang timbul dari pelaksanaan upayaupaya untuk memenuhi kewajiban-kewajiban konvensi ini dan untuk memperoleh keuntungan dari persediaannya dan biaya-biaya tersebut yang telah disetujui bersama antar satu pihak negara berkembang dengan struktur kelembagaan menurut pasal 21, sesuai dengan prioritas kebijakan, strategi program dan kriteria yang memenuhi syarat dan suatu daftar indikatif biaya-biaya tambahan yang disusun oleh konferensi para pihak. Pihak-pihak lain, termasuk negara-negara yang sedang mengalami proses peralihan ke ekonomi pasar, dapat secara sukarela menerima persyaratan dari pihak negara-negara maju. Untuk maksud pasal ini konferensi para pihak harus secara periodik meninjau dan bila perlu memperbaharui daftar. Sumbangan dari negara-negara dan sumber lain dengan dasar sukarela juga akan ditingkatkan. Pelaksanaan komitmen ini harus memperhitungkan kebutuhan untuk kecukupan, perkiraan serta aliran dana yang tepat pada waktunya dan pentingnya pembagian beban di antara pihak-pihak penyumbang yang termasuk dalam daftar.
3. Pihak-pihak negara maju dapat juga menyediakan sumber-sumber dana dan pihak-pihak negara berkembang dapat diperolehnya menurut pelaksanaan konvensi ini melalui saluran-saluran bilateral, regional dan multilateral lain.
4. Sampai berapa jauh pihak-pihak negara berkembang akan melaksanakan komitmen mereka secara efektif dalam konvensi ini akan tergantung pada pelaksanaan efektif oleh pihak-pihak negara maju dalam komitmennya dalam konvensi ini, yang berkenaan dengan sumber dana dan alih teknologi dengan mempertimbangkan pula secara seksama kenyataan bahwa perkembangan ekonomi dan sosial, serta pengentasan kemiskinan merupakan prioritas pertama dan utama pihak-pihak negara berkembang.
5. Para pihak wajib memperhitungkan dengan seksama kebutuhan khusus dan situasi istimewa negara-negara yang paling tertinggal dalam kegiatannya, berkaitan dengan pendanaan dan alih teknologi.
6. Para pihak wajib mempertimbangkan kondisi khusus yang terjadi, sebagai akibat dari ketergantungan pada peneyebaran dan lokasi keanekaragaman hayati di pihak negara berkembang, terutama negara-negara berkepulauan kecil.
7. Pertimbangan juga wajib diberikan kepada situasi khusus negara-negara berkembang termasuk yang lingkungannya paling rawan, seperti negara-negara dengan lingkungan kering dan semi kering, pesisir dan bergunung.
Pasal 21
MEKANISME PENDANAAN

1. Harus ada mekanisme penyediaan sumber dana kepada pihak negara berkembang untuk keperluan konvensi ini, dengan dasar hibah atau konsesi yang unsur-unsur pentingnya digambarkan dalam pasal ini. Mekanisme ini, untuk maksud-maksud dalam konvensi, akan berfungsi di bawah penguasaan dan bimbingan konferensi para pihak dan dipertanggungjawabkan kepadanya. Pelaksanaan mekanisme ini harus dilakukan oleh sebuah struktur kelembagaan yang akan ditentukan oleh konferensi para pihak dalam pertemuan pertamanya. Untuk maksud konvensi ini, konferensi para pihak wajib menentukan kebijakan, strategi, prioritas program dan kriteria yang sah yang berkaitan dengan akses kepada pendayagunaan sumber-sumber semacam itu. Sumbangan harus sedemikian rupa, sehingga memperhitungkan kebutuhan yang dapat diduga, kecukupannya dan ketersediaannya dana dalam waktu tepat yang diacu dalam pasal 20, sehubungan dengan jumlah sumber yang diperlukan untuk diputuskan secara periodik oleh konferensi para pihak dan pentingnya pembagian beban di antara pihak-pihak penyumbang yang termasuk dalam daftar, yang dimaksud dalam pasal 20 ayat (2). Sumbangan sukarela mungkin juga dapat dikembangkan oleh pihak negara maju dan oleh negara-negara dan sumber-sumber lain. Mekanisme ini harus berlaku di dalam suatu sistem pengelolaan yang demokratis dan transparan.
2. Menurut tujuan konvensi ini, konferensi para pihak dalam penemuannya yang pertama wajib menentukan kebijakan, strategi dan prioritas prrogram, serta kriteria dan pedoman rinci bagi keabsahan untuk akses kepada pemanfaatan sumber dana termasuk pemantauan dan evolusi pemanfaatannya secara teratur. Konferensi para pihak wajib menentukan pengaturan menurut ayat (1) di atas sesudah berkonsultasi dengan struktur kelembagaan yang diberi wewenang melaksanakan mekanisme pendanaan.
3. Konferensi para pihak wajib meninjau keefektifan mekanisme yang dibuat dalam pasal ini, termasuk kriteria dan pedoman seperti diutarakan dalam ayat (2) di atas, dilaksanakan tidak kurang dari dua tahun sesudah berlakunya konvensi ini dilaksanakan secara teratur sesudahnya berdasarkan tinjauan semacam itu, jika perlu, wajib dilakukan tindakan untuk menyempurnakan keefektifan mekanisme.
4. Para pihak wajib mempertimbangkan cara memperkokoh kelembagaan pendanaan yang ada agar tersedia sumber dana konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati.
Pasal 22
HUBUNGAN DENGAN KONVENSI INTERNASIONAL YANG LAIN
1. Ketentuan-ketentuan konvensi ini harus tidak mempengaruhi hak-hak dan kewajiban setiap pihak yang berasal dari setiap perjanjian internasional yang ada, kecuali jika pelaksanaan hak-hak dan kewajiban tersebut akan mengakibatkan kerusakan parrah atau ancaman pada keanekaragaman hayati.
2. Para pihak wajib melaksanakan konvensi ini dengan memperhatikan lingkungan kelautan secara konsisten dengan hak-hak dan kewajiban negara berdasarkan hukum kelautan.
Pasal 23
KONFERENSI PARA PIHAK

1. Konferensi para pihak dengan ini telah ditetapkan pertemuan pertama konferensi para pihak wajib diselenggarakan oleh Direktur Eksekutif United Nations Environment Programe (UNEP) tidak lebih dari satu tahun sesudah berlakunya konferensi ini. Sesudah itu pertemuan rutin konferensi para pihak wajib diadakan secara teratur, yang jadwalnya ditentukan oleh konfrensi pada pertemuan pertamanya.
2. Pertemuan luar biasa konferensi para pihak wajib diselenggarakan pada waktu-waktu yang dianggap perlu oleh konfrensi, atau atas permintaan tertulis salah satu pihak , dengan syarat bahwa dalam waktu enam bulan sejak permohonan disampaikan kepada mereka oleh sekretariat didukung oleh paling sedikit sepertiga jumlah pihak.
3. Konferensi para pihak wajib dengan musyawarah menyetujui dan menerima aturan prosedur untuknya sendiri dan untuk badan-badan pendukung lain yang dibentuknya, maupun aturan finansiil yang mengatur pendanaan Sekretariat. Pada setiap pertemuan biasa, wajib disetujui anggaran untuk periode finansiil sampai pertemuan biasa berikutnya.
4. Konferensi para pihak wajib selalu meninjau pelaksanaan konvensi ini, dan untuk maksud ini akan:
(a) Menetapkan formulir dan interval penerusan informasi untuk disampaikan pada konferensi sehubungan dengan pasal 26 dan mempertimbangkan baik informasi semacam itu maupun laporan yang disampaikan oleh setiap badan pendukung;
(b) Mengkaji nasihat ilmiah, teknis dan teknologis mengenai keanekaragaman hayati yang disiapkan sesuai pasal 25;
(c) Mempertimbangkan dan menerima, seperti dipersyaratkan protokol sesuai pasal 28;
(d) Mempertimbangkan dan menerima, seperti dipersyaratkan sesuai pasal 29 dan 30, amandemen terhadap konvensi dan lampiran-lampirannya;
(e) Mempertimbangkan pembaharuan pada protokol yang mana saja, maupun lampiran, merekomendasikan penerimaannya kepada para pihak mengenai protokol yang bersangkutan, bila diputuskan demikian;
(f) Mempertimbangkan dan menerima, seperti dipersyaratkan sesuai pasal 30, lampiran tambahan pada konvensi ini;
(g) Mendirikan badan-badan pendukung tertentu, terutama untuk memberikan nasihat ilmiah dan teknis, seperti yang diperlukan untuk pelaksanaan konvensi ini;
(h) Menguhubungi, melalui Sekretariat, badan-badan eksekutif konvensikonvensi yang berkaitan dengan hal-hal yang mencakup dalam konvensi ini dengan maksud untuk mengembangkan bentuk-bentuk kerjasama yang sesuai dengan mereka; dan
(i) Mempertimbangkan dan melaksanakan kegiatan tambahan yang mungkin diperlukan bagi pencapaian maksud konvensi ini berdasarkan pengalaman yang diperoleh dalam pelaksanaannya.
5. Perserikatan bangsa-bangsa, badan-badan khususnya dan Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency), maupun negara-negara mana saja yang bukan Penandatangan Perjanjian pada konvensi ini, dapat hadir sebagai peninjau pada pertemuan konferensi para pihak. Badan-badan lainnya, baik pemerintah maupun non pemerintah, yang mempunyai kualifikasi dalam bidang yang berkaitan dengan konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati, yang telah memberitahu Sekretariat tentang keinginannya untuk hadir sebagai peninjau pada pertemuan konferensi para pihak, dapat diizinkan hadir, kecuali bila paling sedikit sepertiga para pihak yang hadir berkeberatan. Izin dan peran serta peninjau harus mengikuti aturan yang diterima oleh konferensi para pihak.
Pasal 24
SEKRETARIAT
1. Sekretariat yang dibentuk, fungsinya ialah sebagai berikut:
(a) Mengatur dan melayani pertemuan-pertemuan konfrensi para pihak yang dirumuskan dalam pasal 23;
(b) Melaksanakan fungsi yang ditugaskan kepadanya oleh protokol;
(c) Mempersiapkan laporan mengenai pelaksanaan fungsi-fungsinya dalam konvensi dan menyampaikan laporan tersebut kepada konferensi para pihak;
(d) Mengkoordinasikan dengan badan-badan internasional lain yang terkait, dan terutama melaksanakan pengaturan administratif dan kontrak yang mungkin diperlukan dalam pelaksanaan fungsinya secara efektif;
(e) Melaksanakan fungsi-fungsi lainnya yang mungkin ditentukan oleh konferensi para pihak.
2. Pada pertemuan rutin pertama, konferensi para pihak wajib menunjuk sekretariat dan antara organisasi-organisasi internasional kompeten yang ada, yang telah menyatakan kesediaannya untuk melaksanakan fungsi Sekretariat pada konvensi ini.
Pasal 25
BADAN PENDUKUNG UNTUK NASIHAT-NASIHAT ILMIAH, TEKNIS DAN TEKNOLOGIS
1. Badan pendukung yang memberi nasihat ilmiah, teknis dan teknologis dengan ini ditetapkan untuk melayani konferensi para pihak dan badan-badan pendukung lainnya, selama sesuai, dengan nasihat yang tepat waktu yang berkaitan dengan pelaksanaan konvensi ini. Badan ini wajib terbuka bagi keikutsertaan semua para pihak dan sifatnya multi disiplin. Badan ini wajib terdiri atas wakil-wakil pemerintah yang kompeten dalam bidang kepakaran yang sesuai. Badan ini wajib melaporkan kepada konfrensi para pihak mengenai semua aspek pekerjaannya secara tertentu.
2. Berdasarkan kewenangan dan sesuai dengan pedoman yang dibuat oleh konferensi para pihak, dan berdasarkan permintaannya, badan ini akan:
(a) Menyediakan pengkajian ilmiah dan teknis mengenai status keanekaragaman hayati;
(b) Menyiapkan pengkajian ilmiah dan teknis mengenai akibat bentuk-bentuk tindakan yang diambil, sesuai dengan persyaratan dalam konvensi ini;
(c) Mengidentifikasi teknologi dan pengetahuan yang inovatif, efisien dan mutakhir yang berkaitan dengan konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati dan memberikan nasihat mengenai cara peningkatan pengembangan dan/atau pengalihan teknologi semacam itu;
(d) Memberikan nasihat dalam program ilmiah dan kerjasama internasional mengenai penelitian dan pengembangan yang berkaitan dengan konservasi dan penataan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati; dan
(e) Menanggapi pertanyaan-pertanyaan ilmiah, teknis, teknologis dan metodelogis yang mungkin diajukan oleh konferensi para pihak dan badan-badan pendukungnya kepada badan ini.
3. Fungsi, kerangka acuan, organisasi dan kegiatan badan ini dapat dijabarkan lebih lanjut oleh konfrensi para pihak.
Pasal 26
L A P O R A N
Setiap pihak menurut interval yang ditentukan oleh konfrensi para pihak, harus hadir pada konferensi para pihak, dan menyampaikan laporan mengenai tindakan-tindakan pelaksanaan yang merupakan ketentuan-ketentuan konvensi ini serta keefektipannya dalam memenuhi tujuan konvensi ini.
Pasal 27
PENYELESAIAN SENGKETA
1. Bila terjadi perselisihan antar pihak-pihak mengenai interpretasi atau penerapan konvensi ini, pihak-pihak yang bersangkutan harus mencari penyelesaian dengan musyawarah.
2. Bila pihak-pihak yang bersangkutan tidak dapat mencapai kesepakatan dengan musyawarah, mereka dapat bersama-sama mencari jasa baik, atau meminta perantaraan dari pihak ketiga.
3. Pada saat meratifikasi, menerima, menyetujui dan menyepakati konvensi ini, atau pada waktu lain sesudahnya, suatu negara atau organisasi kerjasama ekonomi regional dapat menyatakan secara tertulis kepada Depositary bahwa untuk perselisihan yang tak terpecahkan sesuai dengan ayat (1) atau ayat (2) di atas, negara wajib menerima satu atau kedua-duanya cara penyelesaian sengketa berikut ini:
(a) Arbritase (penengahan) dengan prosedur yang dirumuskan dalam Bagian 1 Lampiran II;
(b) Penyerahan sengketa kepada pengadilan internasional.
4. Bila pihak-pihak yang berselisih tidak sepakat menerima prosedur yang sama atau prosedur lainnya, sesuai dengan ayat (3) di atas, sengketa ini harus didamaikan sesuai dengan Bagian 2 Lampiran II, kecuali para pihak-pihak yang menyetujui yang lain.
5. Ketetapan pada pasal ini berlaku dengan memperhatikan setiap protokol kecuali telah ditentukan dalam protokol yang bersangkutan.
Pasal 28
PENGESAHAN PROTOKOL
1. Para pihak bekerjasama dalam perumusan dan pengesahan protokol-protokol konvensi ini.
2. Protokol-protokol harus disahkan pada pertemuan konfrensi para pihak.
3. Teks setiap protokol yang diusulkan harus disampaikan kepada para pihak oleh Sekretariat setidak-tidaknya enam bulan sebelum pertemuan tersebut dilaksanakan.

Pasal 29
AMANDEMEN KONVENSI ATAU PROTOKOL
1. Amandemen terhadap konvensi ini dapat diusulkan oleh setiap pihak. Amandemen terhadap setiap protokol dapat diusulkan oleh setiap pihak dalam protokol tersebut.
2. Amandemen terhadap konvensi ini wajib disahkan pada pertemuan konferensi para pihak. Amandemen terhadap protokol wajib disahkan pada pertemuan penandatanganan protokol yang bersangkutan. Teks setiap amandemen yang diusulkan untuk konvensi ini atau untuk setiap protokol, kecuali bila dinyatakan berbeda dalam protokol semacam itu, wajib dikomunikasikan pada para pihak pada instrumen yang dimaksud itu, oleh Sekretariat paling sedikit 6 bulan sebelum pertemuan untuk pengesahan Sekretariat juga wajib mengkomunikasikan amandemen yang diusulkan kepada penandatanganan konvensi inisebagai pemberitahuan.
3. Para pihak wajib berusaha untuk mencapai persetujuan mengenai setiap amandemen yang diusulkan terhadap konvensi ini atau setiap protokol dengan konsensus. Bila semua usaha dengan konsensus tidak berhasil, amandemen wajib disahkan oleh dua pertiga suara pihak-pihak yang hadir pada pertemuan dalam membahas instrumen bersangkutan, dan wajib disampaikan oleh Depositary kepada semua pihak untuk ratifikasi, penerimaan atau persetujuan.
4. Ratifikasi, penerimaan atau persetujuan amandemen wajib diberitahukan kepada Depositary secara tertulis. Amandemen yang disahkan sesuai dengan ayat (3) di atas mulai berlaku untuk semua para pihak yang telah menerimanya pada hari kesembilan puluh sesudah penyimpanan instrumen ratifikasi, penerimaan atau persetujuan oleh paling sedikit dua pertiga pihak-pihak pada konvensi atau pihak-pihak protokol yang bersangkutan. Sesudah itu amandemen wajib mulai berlaku untuk setiap pihak lain pada hari kesembilan puluh sesudah pihak tersebut menyerahkan instrumen ratifikasi, penerimaan atau persetujuannya terhadap amandemen.
5. Untuk maksud pasal ini para pihak yang hadir dan memberikan suara ialah penandatanganan yang hadir dan memberikan suara setuju atau tidak setuju.
Pasal 30
PENGESAHAN DAN LAMPIRAN AMANDEMEN
1. Lampiran pada konvensi ini atau setiap protokol merupakan bagian tak terpisahkan dari konvensi atau protokol tersebut, kecuali ditetapkan lain dengan suatu acuan terhadap konvensi ini atau protokolnya, yang pada waktu yang sama merupakan acuan terhadap setiap lampirannya. Lampiran semacam itu terbatas pada hal-hal prosedural, ilmiah, teknis dan administratif.
2. Kecuali bila protokol yang berkaitan dengan lampirannya menyatakan lain, maka dalam protokol mengenai lampirannya, prosedur berikut ini wajib berlaku pada usulan, pengesahan dan berlakunya lampiran tambahan pada konvensi ini atau lampiran pada setiap protokol;
(a) Lampiran pada konvensi ini atau pada setiap protokol wajib diusulkan dan disahkan sesuai dengan yang dirumuskan dalam pasal 29;
(b) Setiap pihak yang tidak dapat menyetujui lampiran tambahan konvensi ini atau lampiran pada setiap protokol yang melibatkan pihak tersebut wajib memberitahu Depositary, secara tertulis, dalam waktu satu tahun sejak tanggal disampaikannya pengesahan oleh Depositary, Depositary dengan segera wajib memberitahu semua pihak mengenai pemberitahuan yang diterimanya. Suatu pihak setiap saat dapat membatalkan pernyataan keberatan yang sebelumnya disampaikan dan lampiran-lampiran wajib mulai diberlakukan sesuai dengan persyaratan dalam sub ayat (c) di bawah;
(c) Sesudah masa satu tahun dari tanggal diumumkannya pengesahan oleh Depositary, lampiran wajib mulai diberlakukan untuk semua pihak pada konvensi ini atau pada setiap protokol yang bersangkutan, yang belum menyampaikan pemberitahuan sesuai dengan persyaratan sub ayat (b) di atas.
3. Usulan, pengesahan dan berlakunya amandemen terhadap lampiran pada konvensi ini atau setiap protokol wajib mengikuti prosedur yang sama dengan prosedur untuk usulan, pengesahan dan berlakunya lampiran konvensi atau lampiran pada setiap protokol.
4. Bila lampiran tambahan atau amandemen terhadap lampiran berkaitan dengan amandemen terhadap konvensi ini atau setiap protokol, lampiran tambahan atau amandemen tidak boleh diberlakukan sampai suatu saat amandemen terhadap konvensi atau protokol yang bersangkutan mulai dinyatakan berlaku.
Pasal 31
HAK SUARA
1. Selain yang ditetapkan dalam ayat (2) di bawah, setiap pihak dalam konvensi ini atau dalam setiap protokol hanya memiliki satu suara.
2. Organisasi kerjasama ekonomi regional, dalam hal yang berkaitan dengan kewenangannya, dapat menggunakan hak suaranya dengan sejumlah suara yang sama banyaknya dengan jumlah negara-negara anggotanya yang merupakan pihak dalam konvensi ini atau protokol yang bersangkutan. Organisasi semacam itu tidak dapat menggunakan hak-hak suaranya bila negara-negara anggotanya telah menggunakan hak suaranya, dan demikian pula sebaliknya.
Pasal 32
HUBUNGAN ANTARA KONVENSI DAN PROTOKOLNYA
1. Suatu negara atau organisasi kerjasama ekonomi regional tidak dapat menjadi pihak dalam protokol kecuali pada waktu yang bersamaan menjadi pihak dalam konvensi ini.
2. Keputusan-keputusan dalam setiap protokol hanya dapat diambil oleh pihak dalam protokol yang bersangkutan. Setiap pihak yang belum meratifikasi, menerima atau menyetujui protokol boleh berperan serta sebagai peninjau dalam setiap pertemuan yang diselenggarakan pihak-pihak protokol tersebut.
Pasal 33
PENANDATANGANAN
Konvensi ini dibuka untuk penandatangannya di Rio de Jeniro oleh semua negara dan Organisasi kerjasama ekonomi regional dari tanggal 5 Juni 1992 sampai dengan 14 Juni 1992 dan di markas besar Perserikatan Bangsa-bangsa di New York dari tangal 15 Juni 1992 sampai dengan 4 Juni 1993.
Pasal 34
RATIFIKASI, PENERIMAAN ATAU PERSETUJUAN
1. Konvensi dan setiap protokol wajib tunduk pada ratifikasi, penerimaan atau persetujuan oleh negara-negara dan oleh organisasi kerjasama ekonomi regional. Instrumen ratifikasi, penerimaan dan persetujuannya wajib diserahkan kepada Depositary.
2. Organisasi yang dimaksud dalam ayat (1) di atas yang menjadi pihak dalam konvensi atau setiap protokol, yang negara-negara anggotanya tidak menjadi pihak konvensi terikat oleh semua pengaturan konvensi atau setiap protokol, apapun halnya. Dalam organisasi seperti itu, yang satu atau lebih negara anggotanya menjadi pihak dalam konvensi ini atau protokol yang berkaitan, organisasi ini dan negara-negara anggotanya harus memutuskan tanggung jawabnya masing-masing dalam pelaksanaan kewajibannya menurut konvensi atau protokol, apapun halnya. Dalam hal seperti ini, organisasi atau negaranegara anggotanya tidak berhak menggunakan hak-hak dalam konvensi atau protokol yang berkaitan secara bersamaan.
3. Dalam instrumen ratifikasi, penerimaan atau persetujuannya, organisasi yang dimaksud dalam ayat (1) di atas wajib mengumumkan kewenangannya yang berkaitan dengan hal-hal seperti yang diatur oleh konvensi atau protokol yang berkaitan. Organisasi ini juga wajib memberi tahu Depositary tentang modifikasi yang berkaitan dengan kewenangannya.
Pasal 35
A K S E S I
1. Konvensi ini dan setiap protokol harus terbuka untuk keikutsertaan negaranegara dan organisasi kerjasama ekonomi regional sejak tanggal ditutupnya penandatanganan konvensi dan protokol yang berkaitan. Instrumen pernyataan keikutsertaan wajib diserahkan kepada Depositary.
2. Dalam instrumen keikutsertaannya organisasi yang dimaksud dalam ayat (1) di atas harus menyatakan keterkaitan kepentingannya dengan memperhatikan hal-hal yang diatur oleh konvensi atau protokol yang berkaitan. Organisasi ini juga wajib memberitahu Depositary mengenai modifikasi yang berkaitan dengan kewenangannya.
3. Ketetapan pasal 34, ayat (2) berlaku bagi organisasi kerjasama ekonomi regional yang menyepakati konvensi ini atau setiap protokol.
Pasal 36
HAL BERLAKUNYA
1. Konvensi ini berlaku pada hari kesembilan puluh sesudah tanggal penyerahan instrumen ratifikasi, penerimaan atau persetujuan yang ketiga puluh.
2. Setiap protokol harus mulai berlaku pada hari kesembilan puluh sesudah tanggal penyerahan sejumlah instrumen ratifikasi, penerimaan, persetujuan yang ditentukan dalam protokol.
3. Bagi setiap pihak yang meratifiikasi, menerima dan menyetujui konvensi ini atau menyepakati sesudah penyerahan instrumen ratifikasi, penerimaan, persetujuan ketiga puluh, konvensi ini mulai berlaku pada hari kesembilan puluh sesudah tanggal penyerahan instrumen ratifikasi, penerimaan, persetujuan oleh pihak tersebut.
4. Setiap protokol, kecuali bila ditetapkan lain oleh protokol tersebut, harus mulai diberlakukan untuk pihak yang meratifikasi, menerima atau menyetujui protokol tersebut sesudah mulai diberlakukannya sesuai ayat (2) di atas, pada hari kesembilan puluh sesudah tanggal pihak tersebut menyerahkan instrumen ratifikasi, penerimaan dan persetujuannya, atau pada tanggal ketika konvensi ini mulai diberlakukan untuk pihak tersebut.
5. Untuk maksud ayat (1) dan (2) di atas, setiap instrumen yang diserahkan oleh organisasi kerjasama ekonomi regional harus tidak dianggap sebagai tambahan instrumen-instrumen yang telah diserahkan oleh negara-negara anggota organisasi tersebut.
Pasal 37
KEBERATAN-KEBERATAN (RESERVASI)
Tidak ada keberatan yang dapat diajukan terhadap konvensi ini.
Pasal 38
PENARIKAN DIRI
1. Setiap saat sesudah dua tahun dari tanggal konvensi ini diberlakukan untuk setiap pihak, pihak tersebut dapat mengundurkan diri dari konvensi dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Depositari.
2. Setiap pengunduran diri tersebut akan berlaku satu tahun setelah tanggal pemberitahuannya diterima oleh Depositari, atau beberapa waktu kemudian, seperti dijelaskan dalam pemberitahuan mengenai penarikan diri ini.
3. Pihak yang mengundurkan diri dari konvensi ini akan dianggap mengundurkan diri pula dari protokol yang diikutinya.
Pasal 39
PENGATURAN PENDANAAN INTERIM
Dengan pengertian bahwa sudah direstrukturisasi sepenuhnya sesuai dengan Ketetapan 21, Global Environment Facility dari United Nations Development Programme. United Nations Environment Programme dan International Bank of Recontruction Development akan menjadi struktur kelembagaan yang dimaksud dalam pasal 21 secara sementara, untuk masa antara mulai diberlakukannya konvensi ini dan pertemuan pertama konferensi para pihak atau sampai konferensi para pihak mencantumkan struktur kelembagaan yang sesuai dengan pasal 21.

Pasal 40
PENGATURAN SEKRETARIAT INTERIM
Sekretariat yang dibentuk oleh Direktur Eksekkutif United Nations Environment Programme ialah Sekretariat yang dimaksud dalam pasal 24 ayat (2), berlaku sementara untuk masa antara mulai berlakunya konvensi ini dan pertama konferensi para pihak.
Pasal 41
DEPOSITARI
Sekretariat Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa akan menjalankan fungsi Depositari konvensi ini dan protokol-protokolnya.
Pasal 42
TEKS ASLI
Naskah Asli konvensi ini yang ditulis baik dalam bahasa Arab, Tionghoa, Inggris, Perancis, Rusia dan Spanyol sama otentiknya, dan harus ditempatkan pada Sekretariat Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa.
DENGAN KESAKSIAN yang bertandatangan di bawah ini, yang diberi kewenangan untuk bertindak, telah menandatangani konvensi ini.
Dilaksanakan di Rio de Janeiro pada hari kelima bulan Juni, seribu sembilan ratus sembilah puluh dua.
 [Untuk penannda-tanganan, lihat hal 254 volume ini.]